Tuan...
Orang-orang bisa begitu saja tampak dan benar-benar membosankan. Menari-nari mereka dengan omong kosong yang meriah. Dan begitulah musik yang tidak sempurna itu menggelar pestanya. Jadi, mari gemuruhkan tepuk tangan demi siapapun. Setidaknya mereka sudah bekerja keras dan tentu bersusah payah, bahkan untuk sesuatu yang menurut kita berantakan atau malah tidak berguna. Termasuk ini, termasuk aku, termasuk kamu, termasuk kita yang tidak sadar ketagihan jatuh berkali-kali.
Tuan
Tuan...
Kadang kita perlu menyelam, lebih dalam, sampai tenggelam, dan bahkan berkarat. Isyarat-isyarat kadang datang dalam wujud yang tidak kita suka. Dan kita rentan menyambutnya dengan sesuatu yang kekanak-kanakan. Sepenggal makna, aku pikir aku juga sama sepertimu. Jabat erat tanganku tuan. Kita sama-sama tidak mahir dalam hal ini.
Tuan
Tuan...
Hari demi hari berlalu. Dan tepat sedetik yang lalu, aku telah mendidih. Berteriak aku, berlari aku menujumu, berbisik sesuatu aku kepadamu. Menurutmu, apakah aku berhasil sampai kepadamu?
Tuan
Tuan...
Terlihatkah ini di kedua matamu? Adalah aku yang sedang berdandan dihadapanmu. Cerminku adalah kau. Tempat segala kata-kata terlahir. Tempat segala cukup mahir memeluk. Tempat asing yang tiba-tiba saja jadi rumah.
Tuan
Tuan...
Bagaimana kalau besok kita bertemu? Lalu dalam keyakinan itu, mari kita bersulang. Pakai air putih saja tidak apa-apa. Asal salah satu tanganmu menggenggam tanganku. Aku tidak perlu matcha favoritku. Sudah kukatakan kepadamu bahwa kau adalah segala cukup untukku.
Tuan
Tuan...
Barangkali kita butuh detik yang menjelma jadi lebih banyak untuk sekedar mengosongkan ruang yang riuhnya merongrong. Barangkali kita butuh saling melihat, kemudian jadi sembuh dari pura-pura yang gemar kehilangan logika. Maka dari itu, lekaslah sampai kepadaku tuan. Dan jangan lagi lari. Menderitalah bersamaku sampai aku sembuh, sampai kau sembuh, sampai kita berdua jadi obat satu-satu.
Tuan
Tuan...
Besok atau nanti kupanggil lagi namamu. Lirih, tapi semoga kau mendengarnya. Sebab begitulah cara cinta mulai bekerja. Sebab begitulah aku memulai berani lagi. Sampai jumpa obat kalutku. Sayang kamu dari jauh, bulan sabitku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar