"Lagi pula, "ada kejahatan yang lebih mengerikan daripada membakar buku."....."yaitu tidak membaca"." (Hidup Begitu Indah dan Hanya Itu yang Kita Punya, Hal: 156).
Begitulah akhirnya aku menyelesaikan buku ini. Agak bingung, lebih ke banyak tidak tahunya. Tapi aku pikir, itu jauh lebih baik daripada aku berhenti begitu saja di titik pertama ketika aku kebingungan tentang isi buku ini.
Buku ini kaya akan pelajaran penting, meski tidak semuanya berhasil aku mengerti. Atau memang lebih banyak yang tidak aku mengerti. Itu mungkin benar-benar seperti membaca "In Search of Lost Time" dalam cerita "Efek Proust". Benar-benar harus berkonsentrasi atau mungkin aku juga butuh mengucilkan diri. Haha, tapi tentu saja aku tidak benar-benar melakukan itu.
Buku ini terdiri dari 181 halaman dengan 20 essay pendek tentang kehidupan yang beragam. Itu adalah tentang obrolan-obrolan sederhana mengenai pohon pisang, jenis-jenis orang tua yang bahagia, sampai kehidupan anak-anak di daerah perang, dan sedikit tentang "In Search of Lost Time" yang membingungkan. Ya, buku ini adalah jelma dari pesan-pesan humanis yang tersirat. Bahwa setiap manusia punya cobaan masing-masing. Bahwa kita tidak seharusnya merasa menjadi manusia yang paling menderita. Bahwa yang seharusnya kita lakukan adalah bersiap kemudian menerima segalanya (puas/kecewa, senang/sedih, ha/hi, dan bla/bla/bla). Bahwa kita setidaknya harus bertahan meskipun tahu sesuatu akhirnya akan berakhir sia-sia. Karena memang hidup begitu indah dan hanya itu yang kita punya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar