Sabtu, 21 Maret 2020

Romantika Orang Dewasa (2)

Gelap, sambaran kilat, dan cahaya lilin yang mulai goyah tertiup angin. Ya malam ini begitu lengkap. Aku sangat menikmatinya dengan sebuah percakapan singkat bersama sosok sebaya di kejahuan sana. Masih sama-sama di bumi. Kami hanya berjarak beberapa kilometer saja. Teman lama, tapi agak spesial. Tentu saja, tidak semua orang bisa jadi temanku. Aku kan juga spesial. Haha.

"Emang paling enak tuh jadi anak kecil" gumam Dara.

Ya, kenal saja dia Dara. Perempuan, cantik, agak tinggi daripada aku (mungkin), setipe denganku. Tapi sudah tidak jomlo, hanya saja belum menikah, juga tidak suka jadi dewasa, kecuali terpaksa.

"Ya, emang enak jadi kamu" kataku.

"Hah, kok aku?" tanya Dara bingung.

"Aku juga si. Kita sama".

"Kamu aneh".

"Setiap kita adalah anak kecil" terangku.

Aku dan dia sedang curhat-curhatan seperti biasa. Menceritakan segala kerumitan hidup yang akhir-akhir ini terjadi. Sebentar tertawa, sebentar menggerutu, sebentar menangis, sebentar mengandai-andai, sebentar lagi jadi gila bisa-bisa. Wkwkwk.
Diujung pergantian hari yang tak kunjung nyala listrik itu, kami saling bercerita dan saling menertawakan.


"Tapi kita sudah tua" sesal Dara.

"Ya, kamu benar"

"Secepat ini ya rasanya?"

"Sudahlah. Biar tambah tua asal kita tetap menjadi muda" kataku membela.

"Maksudmu?" katanya bingung.

"Raga boleh menua buk, tapi tidak dengan jiwa muda. Paham kan?" kataku menjelaskan.

"Ya, aku mencoba" katanya pendek.

Tidak semua hal harus dimengerti saat itu juga. Kadang kami hanya bilang "ya, aku mencoba" sebagai tanda lampu hijau atas apa yang sedang kami bahas. Tidak masalah kalau ternyata ditengah-tengah percakapan, kami kembali lagi ke topik lawas yang sebelumnya masih berusaha kami mengerti. Tidak terlalu buruk, kami terbiasa melakoninya begitu.

"Kamu pernah marah karena sesuatu yang nggak kamu suka?" tanyaku.

"Kenapa? Itu hakku"

"Dan aku tidak sedang membahas itu. Bapak/ibumu pernah marah karena menyuruhmu ini itu tapi kamu tidak sempurna menurutinya?" tanyaku lagi.

Berfikir lama, Dara mencoba memahami pertanyaanku. Menjadi dewasa memang sesusah itu. Perlu lebih banyak mikir dan nimbang perasaan banyak orang, demi tetap membuat keadaan tetap baik-baik saja. Padahal kadang diri sendiri malah jadi korban. Haha, lucu. Aku benci melakoninya.

"Sering" katanya hati-hati.

"Tepat. Begitulah anak kecil"

"Maksudmu?"

"Tidak dewasa"

"Harusnya?"

"Harusnya tidak usah marah. Harusnya sadar lah, apa-apa diluar diri nggak bisa terus-terusan jadi apa yang benar-benar mereka mau. Kamu juga, aku juga, kita sama. Kita harus sadar itu" jelasku.

"Ya, aku setuju denganmu"

"Dan setiap kita adalah anak kecil yang....."

"Yang bertumbuh dewasa"

"Yang terpaksa tumbuh dalam diri yang dituntut dewasa"

"Aku tidak percaya, tapi aku pikir kamu benar"

"Hahaha" kami tertawa bersama.

Sadar diri bahwa kami dan juga kita tentunya akan selamanya jadi anak kecil yang ternyata harus terjebak dalam tubuh orang-orang dewasa.
Terjebak? Baiklah ini tidak terlalu buruk. Kita pasti bisa melewati babak ini dengan sebaik-baiknya, meski dengan sambatan yang sejadi-jadinya. Tidak apa-apa. Kita memang membutuhkannya.

"Woo dasar cah cilik" kataku mengejek.

"Tos dulu lah kita" katanya mencari bala.

"Jadi besok kalo aku nesu-nesu, kamu udah paham apa alasannya ya?" kataku mencari celah.

"Pinter amat buk nyari pembelaan" katanya memojokkanku.

Ahhh modusku gagal. Ternyata dia tahu apa maksudku.

"Woo ya jelas, CAH CILIK gitu haha"

"Kamu sadar sesuatu?"

"Hidup ini terlalu sayang untuk tidak ditertawakan"

"Kamu lucu"

"Kamu juga"

"Dia, mereka juga"

"Kita sama"

"Manusia"

"Hahaha"

Berakhirlah malam itu dengan akhir percakapan yang tak pernah berujung. Gelap sering kali mengundang kantuk. Aku mulai lelap, ditemani dengan segala mimpi dan juga harapan yang masih berlaku dibenakku. Begitu juga Dara. Tapi mungkin juga tidak, dia tidak juga merasa pening meski harus terjaga sampai pagi. Aku tidak bisa, aku belum bisa menjadi dewasa. Dia juga, tapi dalam hal yang lainnya. Kamu juga, kita hanya perlu rela mengakui saja.

Ya sudah, tidak usah dipikirkan. Aku pamit dulu ya. Sampai jumpa di cerita romantika orang dewasa selanjutnya.
Salam Literasi.

2 komentar:

  1. Emang jadi dewasa susah, tapi tidak ada kata susah jika kita mau mikir tidak susah jadi dewasa😉

    BalasHapus

Surat Kepada Siapapun yang Sedang dan Masih Merasa Kehilangan

Dear Everyone, I know it's not easy. I also won't know how heavy your burden is. Tapi guys, hidup harus tetap berjalan....