Senin, 25 Maret 2019

Segalanya untuk Mamak

Tidak ada sesuatu yang lebih menyakitkan kecuali membiarkan air matamu menetes membasahi kedua pipi yang mulai keriput itu. Ketahuilah, hatiku ikut hancur menyaksikan kekecewaanmu. Ingin sekali aku berlari jauh, jauh sekali sampai tak terlihat dihadapanmu. Begitu setiap aku melihatmu menangis karena ketidaksanggupanmu menahan apapun yang menurutmu telah membuatmu kecewa. Aku menangis dengan suara yang sunyi. Aku mencari tempat yang tidak ada seorangpun bisa menemukanku. Aku hanya ingin sendiri setiap ditimpa perasaan seperti itu. Aku hanya ingin tenang agar setelah itu aku bisa menenangkanmu.

Aku rapuh, aku lemah, aku merasa tidak berguna untukmu. Jangankan mendekat, melihat tangismu dari jauh saja rasanya tak mampu. Aku terlalu takut menambah kekecewaanmu dengan ego-ego kerasku yang kadang membuatmu jengkel. Aku terlalu takut berucap, takut menambah daftar sebab sakit di hatimu.

Tidak ada yang bisa menandingi apapun yang ada padamu. Mamak hebat, telah bertahan sampai di umur yang hampir setengah abad ini. Aku tak pernah bisa membayangkan bagaimana berada diposisi mamak. Menghabiskan sisa usia dengan hati yang penuh tatu. Bekerja sepenuh hati untukku dan enang dengan hati yang berkali-kali tersakiti. Percayalah mak, surga firdaus menantikanmu di hari akhir kelak.

Aku ingat benar bagaimana air mata mamak mengalir begitu deras. Menangisi bapak yang tega mendua dan pulang ke hati yang lain. Mungkin mamak tidak menangisi bapak, tapi lebih tepatnya menangisi garis takdir yang begitu pelik. Mamak membicarakan ini berkali-kali kepadaku, apalagi semenjak aku bekepala 2. Batinku memberontak hebat membicarakan tentang ini, aku benar tak rela mamak menjelek-jelekkan bapak. Dulu aku selalu bersikap acuh dan sedikit marah, tapi tidak dengan akhir-akhir ini. Aku memilih diam. Tidak ada yang harus ku bela dari bapak. Dan aku pikir memang sudah hak mamak mengutarakan semua. Aku mengerti, tidak semua hati bisa menerima nasib yang sudah digariskan Ilahi. Bicara saja mak, aku berjanji akan mendengarkanmu dengan baik, menyediakan bahu jika kau butuh, atau mengusap air matamu yang bisa saja menetes. Lakukan saja mak, aku sudah benar mengupayakan diri untuk sanggup melakukan semua itu.

Entah ingin apa yang belum kau sampaikan kepadaku. Aku merasa masih ada yang janggal. Mamak selalu begini, memendam dan meledak sewaktu waktu. Kadang aku menjadi takut dengan keadaan seperti ini. Tapi untuk bisa bertanya, ada yang harus aku jaga. Perasaan mamak sangat sensitif semenjak gerbang deritanya terbuka. Aku jadi tidak punya nyali membicarakan ini kepadanya.

Terakhir kali aku pamit merantau, muram menyelimuti wajah mamak. Entah apa yang disembunyikannya, aku rasa mamak mengkhawatirkan sesuatu. Aku sengaja tidak bertanya dan hanya diam menatap wajah harunya. Aku pergi dengan setengah rela yang dimiliki mamak. Benar saja, seleksi CPNS yang aku ikuti gagal di tahap paling akhir sebelum pemberkasan. Perasaanku hancur, kecewa dan tak berarah. Aku pulang dengan hasil yang buruk. Tapi tidak menurut mamak. Wanita hebat itu menyambutku dengan bahagia sesampainya aku di rumah. Agak terheran, tapi aku pikir mamak sangat menghargai usahaku yang akhirnya gagal.

“Mamak seneng bukan main endok pulang. Beberapa hari setelah keberangkatan endok mamak sakit, badan meriang tapi nggak sembuh-sembuh” kata mamak memulai bercerita

“Alhamdulillah. Lhah sekarang masih sakit mak?” tanyaku kepada mamak

“Udah sembuh semenjak lihat endok pulang. Pikiran jadi ayem gitu” kata mamak sambil senyum

“Alhamdulillah. Bentar deh mak, maksud mamak, mamak sakit gara-gara aku gitu?” tanyaku keheranan

Mamak hanya tersenyum. Aku pikir pertanyaan terakhirku sudah terjawab. Juga dengan beberapa pertanyaan yang ada dibenakku sebelum ini. Ridho mamak tidak sampai kepadaku untuk bekerja di luar kota. Mamak ingin melihatku setiap hari setelah aku resmi di wisuda. Aku sempat menolak, terus merengek agar diijinkan bekerja di luar kota dan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Keadaan di kotaku tidak begitu mendukung dengan cita-cita yang aku punya.

Setelah itu aku melamar di beberapa perusahaan swasta di kotaku. Alhamdulillah setelah menunggu cukup lama, aku resmi diterima sebagai karyawan kontrak di salah satu perusahaan rokok. Aku pulang dengan membawa kabar gembira untuk mamak. Mamak senang sekali.

“Mamak senang endok udah diterima kerja. Di deket rumah lagi. Jadi mamak ayem bisa lihat endok tiap hari”

“Iya ya mak, alhamdulillah”

Oke baiklah, aku mengalah dengan keadaan. Tidak selalu buruk ketika kita mencoba menurunkan ego demi kebaikan bersama. Keinginanku masih sama, tapi entah kapan terwujud aku percaya Allah akan menunjukkan jalan untukku. Hatiku sudah sangat bahagia melihat mamak merasa ayem. Aku harap setelah ini mamak bisa sehat terus. Setidaknya keberadaanku di dekat mamak bisa meringankan pikiran mamak.

Tapi mamak begitu lagi, murung lagi. Apalagi setiap aku berpamitan main ke luar kota. Padahal Cuma pergi sehari doang, membayar rindu bersama teman-teman. Tapi sumringah kembali setiap kali aku menyampaikan bahwa rencanaku ke luar kota gagal.

“Mamak seneng banget endok nggak jadi pergi ke luar kota. Pikiran mamak jadi ayem. Mamak kepikiran endok, diluar kan hujan. Takut ada apa-apa”.

Aku diam terperangah. Harusnya aku bisa mengerti bagaimana cara menenangkan mamak. Sederhana tapi ya begitu. Masih kurang sesuai seperti yang aku mau. Ya, memang setiap orang memiliki cara untuk menyampaikan rasa sayangnya. Kadang diterima dengan baik, kadang diterima dengan terpaksa, atau bahkan kadang ditolak mentah-mentah. Percayalah, tidak ada hati yang benar-benar dalam keadaan baik.

Satu lagi yang membuatku haru setiap berbincang dengan mamak. Belajar dari pengalaman, ada banyak trauma yang menghantui mamak. Apalagi menyaksikan anak perawannya tumbuh dengan umur yang semakin bertambah. Ada beberapa pesan dari mamak untukku.

“Nggak usah buru-buru ndok. Jodoh nggak akan kemana. Mamak doakan semoga kelak jodohmu adalah seseorang yang benar-benar sayang sama endok. Biar penderitaan seperti ini cukup berhenti di mamak aja”

Rasanya ingin ku peluk mamak dengan erat. Tapi lagi-lagi mamak bukanlah sosok yang menyukai sebuah pelukan. Rasa inginku menjadi sebatas angan. Setiap aku menginginkannya aku memejamkan mata dan membayangkan mamak memelukku dengan erat sambil senyum. Aku rasa ini lebih baik, daripada aku harus mengabaikan rasa inginku begitu saja.

Mamak selalu kuat setiap memeberikan wejangan kepada anak-anaknya. Aku juga. Tidak menangis sama sekali. Keberatan gengsi, takut malu ketahuan nangis di depan mamak. Mamak tidak tahu, ada banyak air mata yang aku habiskan untuk meratap. Dan ini adalah salah sekian alasan kenapa aku lebih memilih pergi jauh ketimbang harus berada di dekat mamak. Dulu waktu masih kuliah di luar kota, setiap sedih aku menangis sesenggukan sendiri di dalam kamar. Tidak ada yang tahu, kecuali setelah keluar kamar dan teman-temanku melihat mata sembabku. Tidak apa-apa, setidaknya tidak ada lagi yang aku pendam. Sekarang tidak lagi, keberadaanku di dekat mamak telah menuntutku untuk menjadi lebih kuat. Aku jadi jarang menangis, kecuali ketika rumah sedang kosong dan hanya ada aku di dalamnya.

Mamak adalah wanita terhebat kepunyaanku. Mamak adalah wanita terkuat yang pernah aku kenal. Mendekat mak, akan ku temani menuju taman surgawi. Aku tak punya cara lain untuk berbakti kepadamu selain menuruti keinginan-keinginan sederhanamu sebelum lelakiku datang dan memintaku darimu dan juga Bapak. Termasuk mau terlihat setiap hari dihadapan mamak.

Tidak banyak yang bisa aku perbuat. Bahkan bahagia yang sekarang masih ku upayakan untukmu tak akan mempu membayar pengorbanan mamak. Satu yang ku mintakan selalu kepada Allah untukmu mak, semoga berkah hidup selalu terlimpah untukmu dan surga firdaus menjadi istana terakhirmu kelak. Beribu terimakasih ku persembahkan untukmu. Jadilah kuat selalu, mamak hebat.

Terimakasih untuk usahamu menjadi tabah. Terimakasih untuk semua doa terbaik yang pernah kau harturkan untukku. Semoga Allah selalu membukakan pintu-pintu surga-Nya untukmu mak.

Salam sayang dari endok

Surat Kepada Siapapun yang Sedang dan Masih Merasa Kehilangan

Dear Everyone, I know it's not easy. I also won't know how heavy your burden is. Tapi guys, hidup harus tetap berjalan....