Rabu, 08 Mei 2019

Wanita dan Karier


Hari itu kantor hanya masuk setengah hari. Sisa waktu yang ada kami gunakan untuk menyelesaikan santunan kepada karyawan dan buruh kantor yang sedang sakit. Kunjungan dari rumah ke rumah juga ke rumah sakit berhasil kami selesaikan menjelang waktu magrib. Kami singgah di sebuah tempat makan cukup elit di kotaku. Jujur, aku belum pernah kesana sendiri sebelum ini. Setiap pergi dengan teman-temanku, kami lebih suka makanan pinggir jalan atau sesekali ke cafe tapi yang tidak terlalu mahal juga. Pokoknya budget menjadi pertimbangan kami dalam masalah makan. Calon mamak, perhitungan ekonomisnya mengikuti sampai ke berbagai hal.

Bis mini yang membawa kami berkeliling seharian sudah selesai terparkir di halaman tempat kami makan. Kami berada di sebuah meja makan yang panjang. Aku berada di sisi sebelah timur hampir pojok. Berhadapan dengan seorang ibu muda yang berhasil membuka pikiranku perihal menjadi wanita karier dengan tidak mengorbankan waktu untuk keluarga. Salut ku dengarkan cerita si ibu sembari manyantap hidangan yang satu per satu tersaji di hadapan.

"Buk, udah lama di kantor?" celetukku memulai obrolan.

Waktu itu aku masih tergolong karyawan baru. Tahun pertamaku bergabung di perusahaan tempatku bekerja sekarang. Diikutkan dalam kepanitiaan seperti ini bagiku sangat menyenangkan. Selain bisa lebih tahu cara menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja yang baru, aku juga bisa lebih tahu cerita-cerita pribadi dari orang-orang yang ku temui. Bagiku pengalaman benar-benar menjadi guru terbaik untuk kehidupan daripada dengan ilmu yang sekedar kita pelajari tapi belum benar-benar kita aplikasikan di dunia kerja yang sesungguhnya. Kendati begitu, aku sangat bersyukur. Di posisi ku yang sekarang, alhamdulillah sesuai dengan ilmu yang ku dalami mulai dari SMK sampai menjadi Ahli Madya. Setidaknya, aku tidak harus belajar semua dari awal.

Dan pertanyaanku disambut hangat olehnya.

"Baru wok, belum lama" kata si ibuk

"Masak buk? Berapa lama emang?"

"Baru sekitar 8 bulanan"

"Sebelum disini, kerja dimana buk?"

"Di bank. Udah jadi manajer pula"

"Masak si mbak?" seorang ibu ibu memotong pembicaraan dengan lumayan seru

Bukan hanya aku, hampir semua yang mendengar pembicaraan kami terlihat shock. Mungkin kebanyakan dari kita berpikir "Kok bisa resign? Atau kenapa nih?". Bagaimana tidak? Sebuah jabatan yang cukup diperhitungkan dilepas begitu saja. Kalian pasti akan menanyakan hal yang sama seperti kami.

"Tanya aja ke tempat kerjaku yang dulu"

"Kenapa bisa resign buk?"

"Enak memang di bank. Gajinya besar. Tapi ya gitu, sibuk banget"

"Terus buk?"

"Dulu setiap pagi aku berangkat ke kantor. Dulu kantorku di rembang. Jam 6 berangkat, pulang jam 9 malam. Sampai rumah masih nyuci, masih ini masih itu. Pagi, bangun lagi. Gitu lagi terus. Akhirnya aku mikir, aku ga bisa begini terus. Apalagi setelah punya anak, aku tidak mau tiba-tiba anakku udah gedhe, tapi aku nggak tau gimana perkembangannya. Menjadi betambah tua hanya terjadi sekali, dan aku tidak ingin melewatkan ini"

"Uhgggg sweet, mulia sekali ibuk"

"Ya, sebenarnya aku merasa berat. Untuk sampai ke posisi manajer, bukanlah proses yang gampang. Diskusi juga sama bapakku gimana baiknya. Akhirnya aku sadar, rumahku adalah keluargaku. Aku bersyukur dengan pekerjaanku yang sekarang. Jauh membuatku lebih baik daripada sebelum ini. Aku jadi lebih sering punya waktu untuk keluarga meskipun jadi wanita karir. Tidak seperti dulu. Aku berangkat ketika anakku masih tertidur dan kemudian pulang setelah anakku tidur pulas. Sama sekali tidak ada waktu untuknya."

Singkat, tapi bermakna. Menu makan waktu itu jadi tambah nikmat. Saking nikmatnya, seorang ketua rombongan tersenyum sambil menegurku.

"Mbak, ayo makannya dipercepat. Ibu ada janji sama anak-anak setelah ini. Nggak enak kalau lama ditunggu"

"Duh maaf buk, siap siap"

Masih ada tempe dan ayam lengkap dengan sambal. Tapi harus rela ku tinggalkan demi mempersingkat waktu. Ada kerinduan yang menyelinap di hati ibu-ibu kepada rumahnya. Kepada anak-anak, suami, dan siapa saja yang ada dihatinya.

Aku mempercepat lumatan di mulutku. 5 menit selesai. Aku segera menuju ke sebuah wastafel dan membersihkan tanganku. Kami bergegas menuju ke parkiran. Masuk satu per satu ke bis mini dan kemudian pulang ke rumah kami masing-masing.

Dan lagi, aku belajar dari kisah yang lain. Dimana meskipun kelak aku tetap menjadi wanita karier, tapi fitrahku yang sesungguhnya adalah sebagai seorang ratu dikeluargaku. Istri dari suamiku, mamak dari anak-anakku, menantu dari mertuaku, putri dari kedua orang tuaku, teman untuk yang menganggapku sebagai teman, juga saudara dari saudara-saudaraku.

Aku pernah membaca buku. Cerita seorang ibu yang juga menginspirasi. Seorang wanita karier yang hebat dengan dobel perannya sebagai seorang ibu juga. Kata beliau, bekerja bukan hanya untuk mencari uang. Melainkan lebih dari sekedar mengaplikasikan ilmu. Menjadi berguna untuk khalayak ramai juga menjadi alasan utamanya. Lama waktu yang digunakannya untuk menuntut ilmu membutuhkan ruang untuk diaplikasikan ke kehidupan nyata. Dan bekerja adalah salah satu caranya.

Aku paham, bahwa karier seorang istri yang sesungguhnya adalah di rumah. Membantu suami mengurus rumah tangga dan tentu menjadi madrasah pertama untuk anak-anak. Tapi aku pikir, selama semua masih bisa diseimbangkan, semua akan menjadi baik-baik saja. Ini hanya soal pembagian waktu, jangan jadi masalah yang besar. Obrolan dan pemikiran yang hangat bisa disampaikan kepada suami. Tapi tak apa jika yang dikehendaki suami adalah menantikannya pulang bekerja sambil memastikan rumah dan anak-anak terurus. Ridhonya ada untuk menggantikan ridho kedua orang tua kita seelah kita menikah. Ridhonya ada untuk mencapai ridho Allah.

Aku belum menikah. Tapi aku pikir aku harus punya pemikiran ini mulai dari sekarang. Bagaimana merancang kehidupan setelah menikah. Juga bagaimana menjadi yang seharusnya aku lakukan. Wanita itu terikat. Ketika belum menikah ia diikat dengan restu kedua orang tua. Setelah menikah ia diikat dengan restu suaminya. Allahu Akbar. Betapa Allah menyayangi kita sebagai wanita. Disediakannya penanggung jawab atas apa yang kita lakukan. Semoga Allah senantiasa menggugah hati kita untuk selalu menyadari ini.

Dan hari itu adalah hari yang sangat menyenangkan, hatiku dan pemikiranku menjadi sangat berisi dengan rentetan cerita orang-orang sebelumku.

Terimakasih ibu-ibu. Terimakasih untuk pilihan terbaikmu. Sebentar lagi adalah jamanku, semoga aku juga punya hati sebijak kalian semua.

Selamat pagi dan semoga hari-hari yang kita lewati selalu diberkahi oleh-Nya.



_Kudus, Mei'19_

#Day3
#OneDayOnePost30HRDC
#WritingChallenge30HRDC
#30HariRamadhanDalamCerita
#bianglalahijrah
#ulasrasave





10 komentar:

  1. Keren! Aku juga wanita karir, awalnya, sampai menikah, mulai keluar dari kerjaan, pindah kerja ceritanya, tapi pas lahiran izin suami buat ful d rumah sama anak. Insyaallah Rezki akan ada saja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah ini, pengen sepenuhnya ada untuk keluarga. Tapi masih bingung. Lihat kedepannya aja deh hehe. Doakan ya mbak

      Hapus
  2. Saya sudah mengalami kerja kantoran kayak apa berangkat dingin plng dingin dan masih beruntungnya saya masih gadis tp pemalas sih soal mencuci masih ibu saya. jd mikir gak bisa nih kalau dah kerja kayak gini. suami juga gak ijinkan kerja kantoran. kalau buka usaha boleh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya gitu mbak. Tapi setidaknya sudah ada pertimbangan tentang baik buruknya sebuah pilihan dengan suami. Ya kan mbak?

      Hapus
    2. yup betul itu. suami memang sdh pernah cerai karena mantannya dulu kerja dan rumah gak keurus belum godaan laki2 lain. makanya suami gak mau terulang hal yg sama lagi ke saya.

      Hapus
    3. Alhamdulillah ya mbak. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmatNya untuk keluarga mbak. Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah

      Hapus
  3. Bentar lagi jamanku ven wkwkw

    BalasHapus
  4. Benar , hidup itu pilihan ya mbk, aku juga ingin berkerja tapi masih dekat dan selalu ada untuk keluarga, hanya kebanyang sih soalnya belum nikah juga

    BalasHapus
    Balasan
    1. nah kan sama. Semoga Allah kasih yang terbaik buat kita ya mbak.

      Hapus

Surat Kepada Siapapun yang Sedang dan Masih Merasa Kehilangan

Dear Everyone, I know it's not easy. I also won't know how heavy your burden is. Tapi guys, hidup harus tetap berjalan....