Senin, 13 Mei 2019

Anak Perempuan Bagi Ibuku



Pada waktunya, usia akan bergulir menemui masanya. Seperti aku, seperti kita. Tidak lagi menjadi anak kecil. Kita dipaksa untuk dewasa di usia yang tak lagi masuk pada kategori muda. Padahal menjadi muda selalu menjadi hal yang ingin terulang. Bebas, lepas, dan tanpa batas.

Tapi tidak dengan aku dihadapan mamakku. Sejauh ini aku masih dianggapnya sebagai putri kecilnya. Atau mungkin sampai nanti ketika aku sudah menjadi seorang istri dan menjadi ibu dari anak-anakku nanti. Oh entahlah, apakah seorang ibu memang seperti ini?

Aku dijaganya dengan berlimpah kasih sayang juga cintanya. Bahkan perlakuannya kepadaku juga kadang masih seperti pada saat beliau memperlakukanku sewaktu aku masih kecil. Haru memeluk, tapi tersadar. Umur tak bisa lagi membuatku bertahan menjadi anak kecil.

Mamakku sangat perhatian. Lidahnya tak pernah kelu mengingatkan setiap detail perbuatan. Komentarnya tak habis mengiringi apa yang sedang aku lalukan. Bahkan sebelum aku melakukannya. Kadang, aku malah merasa risih karena tidak bisa leluasa. Tapi hati mamak tetap harus ku jaga. Akhirnya menuruti adalah hal satu-satunya yang bisa aku lakukan untuk menyenangkannya.

Tapi jangan terus berpikir bahwa aku ini selalu menjadi penurut. Kadang aku mengelak perintah mamak. Menunda melakukan yang diperintahkannya dengan kata nanti. Bahkan menolak dengan kata tidak. Beberapa hal berhak mengalami penolakan bukan? Termasuk keinginan seorang ibu terhadap diri anaknya?
Bagaimana tidak, baru saja selesai makan. 5 menit kemudian sudah di suruh makan lagi. Masyaallah, perutku juga butuh bernafas dari barisan makanan yang masuk ke tenggorokan. Aku tahu niat baik mamak, tapi tidak dengan yang satu ini.

Pernah teman dekatku datang. Perempuan dan seumuran denganku. Kebetulan sudah lama kami tidak bertemu. Dia main ke rumahku dan kita bercerita apa saja di kamarku. Mamak datang disela-sela percakapan seru kami, menawarkan beberapa makanan lagi. Kataku nanti. Aku akan mengambilnya sendiri. Tapi tidak. Kesabarannya tak bertahan lama. Makanan diantar dan di bawa masuk ke kamarku. Aku hanya bisa menggelengkan kepala keheranan. Sedangkan temanku tertawa menyaksikan. Lucu dan memang pantas ditertawakan.

"De Yanti, De Yanti" katanya menggeleng

Sebenarnya, aku senang diperhatikan. Tapi aku pikir, diperlakukan seperti ini malah akan membuatku minim berkembang. Padahal sejujurnya aku sudah mempersiapkan semua. Kapan waktu makan, kapan waktu mandi, harus makan dengan apa, dan apapun. Termasuk memperlakukanmu tamuku sendiri. Aku hanya perlu diingatkan, tidak untuk terus-terusan diperintah atau malah dipaksa. Tapi aku tak kuasa menolak semuanya.

Pernah hatiku kelu menahan pilu atas ini. Dan tak sengaja melontarkan beberapa tanya kepada mamak.

"Aku udah gedhe kali mak. Makan bisa ambil sendiri laa" kataku kesal

"Kelamaan nduk" katanya menyingkat

"Besok kalo aku punya dah punya suami, mamak masih kaya gini nih?"

"Ya enggak lah" sambil menurunkan makanan yang dibawanya.

"Kalo ternyata aku dapet orang jauh. Ya ga jauh-jauh si. Situ aja paling. Gimana mak?" kataku menggoda

"Ya nggak pa pa. Kalo emang udah jodohnya mamak bisa apa?"

Lega banget denger mamak ngijinin. Rasanya satu pintu terbuka. Aku menertawakan ini bersama dengan temanku. Tapi tidak setelah itu.

"Oke mak. Berarti aku ntar ngikut suami ya mak?"

"Ya nggak bisa. Kudu tetep disini. Buat rumah disini aja laa. Biar mamak bisa lihat endok tiap hari"

Dahiku mengernyit. Aku keheranan dengan percakapanku bersama mamak. Temanku tetap bertahan dengan renyah tawa yang dia punya. Dunianya indah dihabiskan dengan menertawakanku. Tega memang.

Entah apa. Mamak selalu begitu. Entah bagaimana dengan ibu-ibu yang lain. Mamakku sangat unggul dalam hal menyayangi anak-anaknya. Aku beruntung bisa memilikinya. Meskipun banyak yang berbeda dengan apa yang aku ingini, hatiku tetap hanyut dalam kasih lembut mamakku.

Ya beginilah aku di hati mamakku. Sepertinya aku akan menjadi putri yang selalu dianggapnya kecil dihidupnya. Selamanya, sampai waktu berhenti menyapa kita berdua.
Bagaimana kamu dengan ibumu? Apakah sama sepertiku?

----------------------------------

#Day8
#OneDayOnePost30HRDC
#WritingChallenge30HRDC
#30HariRamadhanDalamCerita
#bianglalahijrah
#ulasrasave

6 komentar:

  1. Wkwk. Saya senyum2 sendiri. Soalnya mirip sekali dengan mamakku. Apalagi saya anak semata wayang, ya begitulah. Hanya saja, ada waktu mamak tidak bisa lagi seperti dulu, beberapa hal akhirnya saya harus belajar mandiri. Seperti tidak lagi di cucikan baju. Kalau soal makan, kalau sudah di suruh2 kok gak ngambil2, ya diambilin pada akhirnya. Begitulah, di mata mamakku, aku ini juga masih dianggap anak kecil.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya bener mbak. sebenernya sering juga mbantuin mamak, tapi sering dispesialin juga. sedih tapi seneng. duh gimana si? hehe

      Hapus
  2. Orang tua memiliki cara tersendiri untuk menyayangi anaknya, memperlakukan anaknya, memberikan kasih sayang yang lebih bahkan. Mungkin itu cara emakmu untuk menjagamu bong. Apa lagi anak perempuan satu-satunya. Bagaikan berlian yang harus dijaga😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya beginilah. alhamdulillah. beruntungnya aku wkwkwk

      Hapus
  3. sama kayak aku mba, anak perempuan satu-satunya. Nyatanya ibuku juga kadang masih ingin aku bisa bersamanya selalu, pdhl kan aku uda punya suami dan anak. Tapi, memang kasih ibu sepanjang masa. Semoga ibu kita bisa selalu ikhlas ketika anak perempuannya sudah ikut suaminya ke mana pun suaminya pergi dan mengajak. Semangat Mba :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wahhh masyaallah . Aku nah itu mbak. Kepikiran banget, gimana kalo besok dah punya suami sama anak. Hehehe

      Hapus

Surat Kepada Siapapun yang Sedang dan Masih Merasa Kehilangan

Dear Everyone, I know it's not easy. I also won't know how heavy your burden is. Tapi guys, hidup harus tetap berjalan....