Surga adalah tempat kebahagiaan berada. Menurutku surga adalah tempat yang tumbuh banyak kebaikan dan kebahagiaan. Tempat yang banyak sekali orang-orang inginkan. Aku termasuk yang menginginkan.
Bagaimana denganmu? Apa kabar dengan surga yang kau inginkan? Masih ada atau pernahkah kau merasa surgamu hilang? Aku pernah. Tidak hanya sekali, tidak hanya dua kali, tapi berkali-kali. Aku kehilangannya, tepat sekali setelah aku banyak menolak kenyataan yang telah terjadi di kehidupanku. Tentang kegagalan yang aku alami, tentang kesedihan yang gemar memeluk, tentang kecewa yang berbaris ke belakang, juga tentang apa saja yang tidak sesuai dengan keinginanku. Aku marah entah kepada siapa. Kepada diriku sendiri yang tidak bisa lebih banyak mengusahakan, atau kepada dia yang tidak mau lebih mempertimbangkan, atau kepada mereka yang berhasil menorehkan luka, atau bahkan kepada siapa lagi. Entahlah. Lama kelamaan aku lelah sendiri dengan kebingunganku ini. Padahal, harusnya dari awal aku sadar diri. Bahwa nyatanya aku hanya seorang hamba yang hanya bisa merangkai banyak ingin dan harus menerima dengan lapang dada apapun yang menjadi kehendak-Nya.
Sekarang bagiku surga adalah diriku sendiri. Berdamai dan berkawan dengan apa saja yang telah digariskan Sang Ilahi untukku. Sepanjang yang telah ku lalui, kehidupan telah mengajarkanku banyak hal. Bahwa apa yang aku mau, tidak selamanya bisa menjadi milikku. Bahwa apa yang Allah berikan untukku adalah bukan sekedar yang aku mau. Lebih dari itu, Allah memberikan apa yang aku butuh. Maha Baik Allah dengan segala kebaikan-Nya. Harusnya aku menyadari itu.
Aku pernah terus mengejar sesuatu yang aku mau. Satu hal, dua hal, dan bahkan banyak hal. Mempersiapkan dan berupaya dengan sangat sungguh-sungguh dan dengan sebaik-baiknya. Tapi langkahku seketika berhenti. Aku telah gagal dan akhirnya harus rela berbalik arah. Mencari jalan lain dipersimpangan. Lambat laun pintu hatiku terketuk. Pikiran kolotku perlahan terbuka dan aku menyadari, mungkin yang sangat ku ingini malah tak baik untukku, mungkin aku belum membutuhkannya, atau bahkan mungkin itu memang bukan ditakdirkan untukku. Allah tahu yang terbaik untuk kita, tapi kita tidak tahu bukan?
Bukan putus asa, sama sekali bukan. Ini hanyalah bentuk penerimaan diri. Tentang bagaimana caraku memeluk kekalahan dan berdamai dengan kenyataan. Tidak ada yang buruk, semua sudah memiliki jatah masing-masing. Aku dan kamu hanya perlu tahu tentang ini. Senyumku tetap harus bersaing dengan warna pelangi yang berhasil menghiasi langit setelah hujan. Aku tidak lagi mau menjadi lemah, Allah telah menunjukkan jalan untukku. Untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih kuat lagi.
Dan satu lagi yang bisa mendekatkan kita kepada surga yang penuh ketenangan itu. Ialah hati yang penuh dengan ladang maaf yang kita punya. Mari belajar untuk mudah memaafkan kesalahan orang lain. Kita butuh jiwa yang tenang untuk bisa menuju ketenangan yang membahagiakan. Sedewasa ini, banyak hal yang perlu kita sadari. Bahwa tak semua ingin bisa kita raih. Jangankan terhadap orang lain, kepada diri sendiripun terkadang kita sendiri susah memaafkan.
Hati adalah awal dari segalanya. Benar yang dikatakan kebanyakan orang, bahwa hati adalah hal pertama yang harus dibenarkan. Jika hatimu sedang dalam kondisi baik, maka mood dan pembawaan diri akan selalu menjadi baik. Dan begitu sebaliknya. Beberapa hal yang menyebalkan datang untuk mengajarkan kepada kita cara bersabar dan kemudian ikhlas menerima. Sedangkan beberapa hal yang lain, datang untuk menjadi hal yang membahagiakan agar mengajarkan kepada kita cara bersyukur.
Aku pernah, selalu memandang buruk sesuatu. Sama sekali tak ingin mengubah pandangan yang aku punya terhadapnya. Sampai-sampai hatiku mati. Tak bisa sedikitpun melihat dan merasakan kebaikan yang dibawanya untukku. Hatiku dipenuhi penyakit hati, menjalar ke seluruh tubuh dan menyakiti seluruh ragaku. Aku sakit, akibat kebodohanku sendiri. Hawa nafsu terlalu erat memelukku. Sampai aku terbuai dan buta akan ini.
Akhirnya setelah beberapa waktu berdiam diri, sekedar menenangkan diri dan mencari cara untuk lebih baik lagi. Aku berjalan perlahan ke arah yang lebih terang. Aku menemukan cahaya yang menghidupkanku kembali. Hatiku bertemu dengan obat yang sangat ampuh. Aku bersimpuh, merendah, memohon ampun kepada Allah yang Maha Memiliki segalanya. Aku telah jauh dari-Nya selama ini. Aku hilang, tenggelam di kegelapan hati. Semenjak itu, bibir ini bergeming tak henti menyebut asma-Nya yang begitu agung. Harapku tak kenal henti kepada-Nya. Semoga hidayah-Nya senantiasa mengiringi kita hingga ke jannah-Nya.
Dan aku katakan, aku sudah lebih baik dari sebelumnya. Semenjak itu, ada sedikit ruang yang terbuka dan membuatku lebih lega. Terkesan baik dihadapanmu begitulah kuasa-Nya. Tapi jika ternyata masih belum cukup bagimu, biarlah ini menjadi urusanku dengan-Nya. Aku tidak tahu bagaimana dari proses yang sedang aku lalui. Baik atau buruknya, selalu ku percayai sebagai sesuatu yang baik. Ini tidak cukup waktu sebentar. Barangkali prosesku akan berlangsung sangat lama. Ya baiklah, akan aku nikmati dengan sepenuh hati. Doakan aku semoga mampu dan semoga doa baik kembali kepadamu.
Dan beginilah. Surga memang susah diraih. Maka dari itu, kenapa tidak kita sendiri saja yang menciptakannya sendiri? Siapa tau setelah itu, kita bisa menjadi surga untuk orang lain?
Benar kan?
_Kudus, Mei'19_
#Day4
#OneDayOnePost30HRDC
#WritingChallenge30HRDC
#30RamadhanDalamCerita
#bianglalahijrah
#ulasrasave
surga adalah sebuah manifestasi kebahagiaan dalam hidup di dunia maupun di alam berikutnya.
BalasHapusBener nih mbak. Setuju
Hapus