Jumat, 20 Desember 2019

Sudut Ruang Milik Ibuku

Aku tidak ingat kapan terakhir kali aku berpelukan dengannya, menceritakan hari-hari paling menyenangkan dan sekaligus melelahkan atau bahkan menyebalkan yang aku lalui di keseharianku. Tapi meski tidak ada pelukan, hari-hariku dengannya tetap penuh dengan cerita-cerita yang kadang menjadikan gaduh diantara kami. Aku kadang tertawa mendengarkan ceritanya, dia kadang marah mendengar ceritaku. Aku hampir tidak pernah benar dihadapannya, dan dia hampir tidak pernah dihadapanku. Beginilah ceritaku bersama ibuku. Ibu yang tak mau ku panggil "ibu" karena dia bukan pegawai kantoran katanya. Ibu yang tak mau ku panggil "mamah" karena dirasa terlalu wah untuknya yang hanya menjadi seorang ibu rumah tangga. Ibuku hanya mau dipanggil "mamak" oleh anak-anaknya, tapi tidak dengan suaminya. Bapakku sering memanggilnya dengan sebutan "mamah". Ya, terakhir kali aku mempermasalahkan ini, ibuku hanya terdiam dan berkata "Bapakmu udah manggil gitu sejak dari sebelum nikah sama mamak tahu?". Oke baiklah, aku menyerah.

Ibuku berbeda dengan ibu-ibu di seluruh dunia. Ibuku dingin luar biasa, saking dinginnya sampai hatiku jadi hangat setiap berhadapan dengannya. Ibuku tak pernah berkata halus, suaranya keras, sudah terlanjur katanya. Ibuku cerewet, bicaranya tak pernah bisa berhenti sebelum kemauannya dipenuhi. Ibuku minim pelukan, aku menangispun ibuku hanya menyuruhku bersabar. Ibuku seorang pembenci, aku pernah mendengarnya menggerutu begitu hebat dan berkata tidak akan memaafkan orang-orang yang menyakitinya. Jalan hidupnya begitu pelik, aku sangat mengerti ini. Tapi aku takut, aku tak ingin menyaksikannya pergi dengan hati yang penuh benci. Aku takut tidak bisa bertemu dengannya lagi di surga-Nya Allah kelak. Ibuku aneh, aku sampai tak habis pikir dengan apa yang menjadi keputusanya atau mungkin dengan sesuatu yang sedang dipikirkannya. Kadang aku lama diam hanya karena terpaksa mengiyakan kemauannya.

Tapi ibuku rajin luar biasa, sebelum subuh dapur dan kamar mandi sudah menjadi peraduannya. Ibuku juga mandiri, tak pernah mencoba merepotkan orang lain termasuk aku sebagai anaknya, kecuali dia sedang benar kerepotan dan terhalang sesuatu. Ibuku juga pekerja keras, meski akhir-akhir ini sering mengeluh capek dan sakit. Aku ingat betul waktu bapak pergi entah kemana, mamak bekerja seorang diri menghidupi aku dan adik kecilku yang gendut waktu itu. Tak pernah peduli kotor, tak pernah peduli cuaca, tak pernah peduli capek, tak pernah peduli malu. Ibuku sanggup melakukannya sendiri, tanpa aku perlu membantu. Ibuku juga perempuan yang kuat, dia tak pernah merasa keberatan meski orang-orang banyak menaruh ketidaksukaan dengannya. Ibuku teramat penyayang, setiap hari selalu ada menu-menu makanan penuh cinta dihidangkannya di atas meja makan. Ibuku lihai mengurai sedih menjadi sesuatu yang menjadikannya kuat, aku tak ingat kapan terakhir kali dia menangis setelah sakit hati yang tidak bisa ditahannya lagi waktu itu. Ibuku sangat ramah, teman-temannya mungkin lebih banyak daripada teman-teman yang aku punya. Setiap pergi mengantarkannya, orang-orang begitu akrab dengannya. Aku merasa beruntung memilikinya.

Picture by : G o o g l e
Aku ingat waktu itu, ketika aku masih menjadi gadis kecilnya. Dia ajak aku kemana dia pergi. Dia gendong aku kemanapun kakinya melangkah. Katanya, aku tidak pernah punya siapa-siapa kecuali dia, bapak, juga seorang perempuan paruh baya lebih tua darinya yang selalu membantu menenangkanku ketika aku menangis. Eyangku atau saudara-saudara ayahku tak perduli denganku, tertawa malah menjadi jalan untuk menganggap aku dan ibuku ada. Mereka lucu, aku berharap besar bisa berhubungan akrab dengan mereka semua. Pagi sekali ibu sering mengajakku naik bis trayek ke daerah dekat kecamatan. Aku begitu hangat digendongnya menuju sebuah wartel untuk mencari atau menyampaikan sesuatu kepada bapak. Aku ingat betul bagaimana segarnya udara pagi itu. Sudah tidak seperti sekarang, sudah terkontaminasi.

Rambutku bagus, panjang sekali, tapi agak mengombak. Ibuku mengepangnya begitu rapi. Dibisikannya doa-doa terbaik yang dimilikinya untukku. Aku begitu merindukan semua ini. Sekedar duduk di depannya dan kemudian menikmati sisir yang digerakkan oleh tangan yang mulai keriput itu. Menjadi anak gadisnya membuatku harus bekerja keras untuk bisa mendapatkan moment itu lagi. Aku bahkan rela tidak memotongkan rambutku ke salon hanya demi mendapatkan belaian lembut darinya di kepalaku yang kadang menjadi sekeras batu ini. Oh aku ingin kembali menjadi gadis kecil itu lagi.

Dan hari ini adalah peringatan hari ibu. Tapi entah kapan aku bisa dengan lantang mengucapkannya kepada ibuku. Mengucapkan selamat ulang tahunpun aku tak pernah. Ibuku bilang tanggal lahirnya yang tertera di KTPnya audah dimanipulasi oleh kakek dan nenekku sewaktu pembuatan akte. Zaman dulu tidak ada pencatatan seperti sekarang ini, bahkan menuliskan apapun oleh mereka adalah dengan cara mengira-ngira.
Ibuku tidak suka sesuatu yang manis. Dia tidak suka sesuatu yang romantis, apalagi diperlakukan dengan begitu istimewa. Ibuku berbeda, aku sudah menjelaskan begitu awal tentang ini kepadamu. Ibuku adalah jiwa yang penuh dengan cinta. Cinta milik ibuku adalah cinta yang berbeda. Berbeda adalah ciri khas ibuku. Ibuku adalah rumah. Rumah bagi jiwa-jiwa yang kadang kosong dan hilang arah.
Walau ibuku adalah rumah yang dingin. Tapi ibuku begitu menghangatkan. Dia adalah sumber dari segala cinta. Cintanya begitu luas dan tak mengenal batas. Sampai jauh aku ingin jatuh begitu dalam kepadanya. Sampai jauh aku ingin terbang begitu tinggi ke arahnya. Sampai jauh aku ingin lari menujunya. Sampai jauh aku ingin selesai dipangkuannya. Sampai jauh, sampai jauh, sampai semua tanda tanya berhenti berseru. Aku mencintaimu lebih dari yang kau tahu, IBU. Ijinkan aku memanggilmu "ibu".
Disini, di ruang rahasiaku ini, aku memujamu dengan sungguh.

Selamat hari ibu "Ibu"

Terimakasih untuk apapun yang telah ada. Maaf belum bisa mendengarmu dengan sungguh. Maaf belum bisa memahamimu dengan penuh. Maaf belum bisa jadi yang sepenuhnya kau harapkan. Maaf masih merepotkanmu. Maaf untuk segala salah yang mungkin belum ku sertakan dengan kata maaf yang ku haturkan kepadamu. Satu yang akan menjadi selamanya, kau adalah ibuku dan aku adalah gadis kecilmu. Aku tak akan pernah menjadi dewasa dihadapanmu, aku tahu itu, dan aku yakin kau tak pernah menyadari perlakuanmu padaku atas itu.

You are everything to me mom.
You are my best mother.
I love you so much.

Salam hangat dariku,
Endok

-----------------------------

Salam Literasi


Surat Kepada Siapapun yang Sedang dan Masih Merasa Kehilangan

Dear Everyone, I know it's not easy. I also won't know how heavy your burden is. Tapi guys, hidup harus tetap berjalan....