"Begitulah arti kehilangan seorang wanita. Dan ada kalanya kehilangan seorang wanita berarti kehilangan segala wanita. Dengan demikian kami menjadi-jadi lelaki-lelaki tanpa perempuan." (Lelaki-lelaki Tanpa Perempuan, Hal 261).
Begitulah seorang Murakami menggambarkan sekian banyak emosi dan perasaan yang begitu nelangsa dari beberapa lelaki yang ditinggalkan perempuannya.
"Lelaki-lelaki Tanpa Perempuan" adalah sebuah novel yang terdiri dari 7 cerita pendek tentang seorang lelaki yang ditinggalkan perempuannya. Seseorang ditinggalkan karena relasi yang menggantung. Seseorang lainnya ditinggalkan karena pengkhianatan. Seseorang lainnya ditinggalkan karena terputus maut. Seseorang lainnya ditinggalkan karena permainan. Seseorang lainnya tidak sadar dirinya telah jatuh cinta. Seseorang lainnya menjalin hubungan tanpa status. Seseorang lainnya memilih mati. Seseorang... hanya bernasib serupa tapi tak sama. Mereka berhubungan, kesepian, kehilangan, kebingungan, tapi seperti hanya begitu. Menerima segala sakit hati dan kesendirian.
"Begituan susah ya?" tanyanya
"Begituan bagaimana?"
"Maksudku, tiba-tiba harus seorang diri padahal sebelumnya selalu berdua"
"Kadang-kadang" kataku jujur.
(Lelaki-lelaki Tanpa Perempuan, Hal 66)
Tapi itu tidak seberapa daripada kata Pak Kafuku, bahwa...
"Yang paling sulit bagiku daripada apapun" ujar Kafuku, "adalah kenyataan bahwa aku sebenarnya tidak pernah bisa memahaminya-atau setidaknya bagian yang barangkali penting dari dirinya. Dan, kini ia sudah tiada, mungkin takkan kupahami selama-lamanya. Ibarat lemari besi kecil keras yang ditenggelamkan ke dasar laut dalam. berpikir begitu, dadaku terasa sesak" (Lelaki-lelaki Tanpa Perempuan, Hal 34).
Waw, agak sakit. Tapi Takatsuki juga sangat mewakiliku.
"Tapi Pak Kafuku, apakah mungkin bagi kita untuk sepenuhnya memahami seseorang? Walaupun kita mencintai orang itu dalam-dalam?" (Lelaki-lelaki Tanpa Perempuan, Hal 34).
Sebuah titik buta. Sebuah bukti kehidupan. Ya, setidaknya semua (pernah) ada.