Sabtu, 29 Oktober 2022

Review Novel "Di Tanah Lada"

"Jadilah anak kecil barang sebentar lagi. Lebih lama lagi," katanya. "Bacalah banyak buku tanpa mengerti artinya. Bermainlah tanpa takut sakit. Tonton televisi tanpa takut jadi bodoh. Bermanja-manjalah tanpa takut dibenci. Makanlah tanpa takut gendut. Percayalah tanpa takut kecewa. Sayangilah orang tanpa takut dikhianati. Hanya sekarang kamu bisa mendapatkan semua itu. Rugi, kalau kamu tidak memanfaatkan saat-saat ini untuk hidup tanpa rasa takut." (Di Tanah Lada, Hal:197).

Buku ini mengisahkan tentang seorang Ava. Gadis kecil umur 6 tahun yang bertemu dengan P (anak kecil berumur 10 tahun) setelah kepindahannya ke rusun nero bersama kedua orang tuanya. Ava dan P, mereka senasib tapi tidak sama. Keluarganya sama-sama berantakan, tapi mereka tumbuh di lingkungan yang sangat berbeda sebelum akhirnya mereka bertemu di rusun nero. Dari sinilah perjalanan mereka bermula. Tragis, tapi penuh warna. Lucu, tapi memprihatinkan. Sederhana, tapi mengaduk-aduk. Pahit, tapi begitulah realita.

Itu adalah tentang bagaimana mereka menatap dunia dengan cara yang berbeda. Tentang bagaimana mereka  menerjemahkan diri menjadi orang dewasa dengan cara berfikir khas anak kecil. Tentang bagaimana mereka tumbuh menjadi anak-anak yang skeptis dan berhenti percaya pada hal-hal baik. Tentang bentuk emosional anak kecil yang tumbuh di dalam rasa sedih dan lelahnya mental. Mereka sedih, marah, bimbang, bingung, sendirian, tapi sesungguhnya mereka tidak membenci. Mereka hanya merindukan kasih sayang yang tidak mereka dapatkan dari orang tua mereka.

"Karena belajar jadi mama yang baik itu sulit, Ava," kata Mas Alri. "Jadi mama, jadi papa... dua-duanya susah." (Di Tanah Lada, Hal:197).

Ya, jadi manusia memang susah. Jadi lumba-lumba juga susah. Jadi bintang di langit juga. Apalagi jadi laut. Dingin, hitam, dan menelan Ava juga P.

Seseorang sungguh perlu membaca ini, untuk belajar lebih lagi tentang bagaimana menjadi seorang dewasa yang benar-benar dewasa dan bisa jadi rumah untuk anak-anak terutama untuk anak kecil di dalam dirinya.

Itu memang susah, tapi mari terus kita coba.

Rabu, 05 Oktober 2022

Review Buku "Jika Kita Tak Pernah Jatuh Cinta"

"Jangan tergila-gila dalam mencintai. Jangan tergila-gila dalam membenci. Jangan tergila-gila dalam mengagumi. Jangan tergila-gila pada apapun di dunia ini. Dunia fana. (Jika Kita Tak Pernah Jatuh Cinta, Hal : 210).

Memang tidak ada yang lebih menjaga dari pada mencukupkan semuanya. Tidak hanya tentang mencintai, tapi juga tentang bagaimana menerima cinta dan tidak melakukannya. Tidak hanya tentang asmara, tapi juga tentang harapan, bunga yang mekar, pohon yang layu, dan sesuatu yang abu-abu. Tidak hanya tentang kita yang seharusnya sudah dewasa, tapi juga tentang anak kecil yang masih dan akan terus tumbuh di masing-masing diri kita.

"Jika Kita Tak Pernah Jatuh Cinta" adalah sebuah buku tentang orang-orang yang jatuh cinta, bermasalah, patah hati, menyesal, bangkit lagi, dan banyak kemungkinan lagi.

Buku ini berisikan sesuatu tentang cinta. Yang tidak direstui, yang diam-diam, yang terhalang jarak, yang hilang kendali, juga yang kehilangan diri sendiri.

Buku ini mengingatkan kepada kita semua bahwa tidak ada yang lebih penting dari cinta selain bagaimana cara menemukan konsekuensi dari cinta itu sendiri. Bahwa segala sesuatu selalu tampak lebih indah dari kejahuan, saat kita belum memilikinya. Bahwa dalam kondisi yang demikian, semakin banyak yang kita beri, maka semakin banyak pula kita merugi. Bahwa keselamatan hati adalah poin pentingnya. Bahwa dia adalah lelaki yang baik dan kau adalah gadis yang tahu batasnya.

"We're better than love. Jangan biarkan cinta menginjak-injak kita." (Jika Kita Tak Pernah Jatuh Cinta, Hal : 59).

Surat Kepada Siapapun yang Sedang dan Masih Merasa Kehilangan

Dear Everyone, I know it's not easy. I also won't know how heavy your burden is. Tapi guys, hidup harus tetap berjalan....