Jumat, 27 Januari 2023

Seperti Ini Rasanya Jatuh Cinta


Aku menulis ini dengan anak kecil dalam diri yang ingin lari-lari. Tidak lagi cengeng, hanya saja akhir-akhir ini hidup terasa kepalang kakuatinya. Ah tapi siapa yang peduli tentang itu? Aku hanya sudah senang karena aku dan anak kecil ini mulai pintar menata diri. Sebab rasanya mencintai seseorang dalam diam lama-lama terasa membosankan dan menyedihkan. Tapi tidak apa-apa, minimal setidaknya sampai sebelum kalimat ini tertulis, menggebu-nggebu karena itu pernah menjadi sesuatu yang manis.

Hei, ini sangat menyenangkan daripada sekedar menemukan sesuatu yang sudah lama seseorang rindukan. Perasaan jatuh cinta memang begitu ajaib. Seperti terjebak tapi itu menyenangkan. Seperti seseorang yang menikmati musik-musik instrumental, padahal sebenarnya puisi-puisi lebih mampu meletuskan kembang api. Seperti itulah bangun pagi yang apik dengan disambut oleh cahaya mentari tanda hari-hari akan berjalan begitu baik. Meskipun kita hanya menikmati itu sebagai sebuah dongeng. Meskipun lagu-lagu sudah selesai, sedangkan kita masih saja menari-nari di belakang tirai, mementaskan doa-doa, dan memekarkan bunga-bunga.

Lain kali kalau aku punya waktu, aku akan berjalan ringan ke arah seorang tuan dan kemudian membisikkan kepadanya "aku akan mendapatkanmu, dengan atau tidak berusaha sekalipun". Aku harap itu tidak membebaninya. Aku sangat berharap itu akan menyenangkannya. Aku harap dia senyum-senyum mendengarnya. Atau barangkali, dia telah membacanya.

Lain kali aku akan menceritakan betapa benar-benar ajaib perasaan jatuh cinta itu. Lain kali aku akan mencintai seseorang seperti aku mencintai mimpi-mimpiku yang terus berisik tapi juga mekar mewangi. Lain kali aku akan merayakannya, meski cuaca sedang tidak cerah. Lain kali siapapun boleh menagihnya, meski sebenarnya aku tidak sepercaya diri itu menjanjikannya.

Roman(tika)


Merangkai ini dengan maksud berbicara sekaligus mengingatkan diri sendiri bahwa banyak "ya" yang tidak melulu jadi "ya" dan banyak "tidak" yang tidak melulu jadi "tidak". Itu hanyalah sesuatu yang kecil. Itu adalah tentang perjalanan menjadi manusia berwujud aku. Itu bisa jadi berwujud kamu juga. Itu bisa jadi berwujud kita.

Membaca ini mungkin bisa dilakukan sekali jalan. Itu memang tidak banyak, jadi aku pikir itu akan menjadi cepat selesai. Tapi bagaimanapun itu, semoga setelah membaca (satu judul saja), seseorang bisa terketuk hatinya.

Banyak hal yang terjadi tahun ini, juga di tahun-tahun sebelumnya. Aku pikir itu akan berlaku juga di tahun-tahun selanjutnya. Segala senang, segala sedih, segala yang terjadi biarkan terjadi. Bisa jadi itu akan menjadi semakin, tapi yang penting, semoga kita selalu jadi yang bisa melalui itu dengan senang hati.

Barangkali ini adalah pencapaian terbaikku di tahun 2022. Draf-draf lama yang mangkrak di buku-buku catatan yang sudah mulai kusut itu akhirnya lahir menjadi anak cantik bernama "Roman(tika)".

"Roman(tika)".

Sebenarnya aku lebih suka "roman" tanpa "tika". Tapi tidak apa-apa. Karena hidup ini adalah serangkaian lika-liku, jadi aku pikir "Roman(tika)" bisa jadi nama yang apik untuk memanggil anak sulung ini.

"Roman(tika)" ini adalah bentuk dari sebuah perayaan, tempat dimana banyak mata begitu sembab, tempat kata maaf diada-ada, dan tempat dimana begitu banyak persimpangan.

Dia adalah penggalan-penggalan dari aku yang (masih berusaha waras). Dia adalah aku yang sempat menangis, meringis, dan kebingungan menyelesaikan setiap malam yang baik.

Dia adalah definisi dari serangkaian kesabaran dan alur yang lambat. Dia adalah kumpulan dari kusut-kusut yang berhasil kuurai. Dia adalah marah-marah yang berhasil kuredam. Dia adalah tanya-tanya yang datang jawabnya.

Dia adalah aku yang telah berjalan begitu jauh, tapi lupa bahwa ternyata diri sendiri telah lunglai mencintai kehilangan dan sesuatu yang bukan untukku. Dia adalah aku yang (mungkin) sama denganmu (siapapun kamu) yang begitu sederhana tapi kadang berharap jadi mulia.

Dia adalah aku yang setiap pagi membuka mata seperti biasa, lalu bingung akan melakukan apa juga bagaimana menyelesaikannya. Tapi anehnya aku nyaman mengulang itu dan kadang sembrono mengklaim bahwa diri ini bahagia melakukannya.

Kadang aku bisa bilang bahwa aku baik-baik saja, tapi semoga aku benar-benar telah terkendali. Karena singkatnya ini hanya tentang bagaimana seseorang akhirnya berhasil melapangkan nasib.

Dan sungguh setiap emosi dan pengalaman hidup berhak dirasakan dan berhak diceritakan. Begitulah akhirnya seseorang berhasil menikmati sesuatu.

Begitulah akhirnya aku memberanikan diri meracau. Memang tidak begitu banyak, tapi setidaknya ada satu dan itu akan menjadikanku (juga kamu) merasa cukup. Lebih dari cukup.

Akhirnya, sudilah seseorang berkenalan dengan anak sulungku dan mendekapnya dengan penuh.

Selamat membaca, dan
mari tumbuh dan sembuh bersama.

Surat Kepada Siapapun yang Sedang dan Masih Merasa Kehilangan

Dear Everyone, I know it's not easy. I also won't know how heavy your burden is. Tapi guys, hidup harus tetap berjalan....