Sabtu, 24 Juli 2021

Selamat Pagi Kekasih

"Selamat pagi, kekasih".

Bunga-bungaku yang mekar mewangi di taman hatiku. Pelipur lara bagi setiap sakit yang gemar hilang bentuknya.

"Selamat pagi, kekasih".

Selamat menyambut hari yang berkemungkinan babak belur. Selamat berjalan lebih jauh. Selamat saja pagi ini dariku. Aku harap begini saja kamu sudah senang. Sebab kita masih jauh, bahkan untuk sekedar berebut menu sarapan pagi. Jadi apa rasa kopi favoritmu? Hitam, luwak, atau americano? Katakan saja kepadaku jika kamu sudah sampai.

Jadi, apa kabarmu? Dijawab apa adanya saja. Sebab hari-hari sudah terbayang lelah daripada harus kamu tambah dengan sandiwara. Ya aku pikir daripada repot begitu, lebih baik kita menyibukkan diri dengan menulis takdir-takdir yang kita ingini. Bukan, ini bukan untuk menuntut Yang Maha Cinta. Tapi ya siapa tahu, kemauan kita adalah juga kemauan-Nya. Tanganku juga tanganmu ini kan bisa jadi ajaib. Ya, kenapa kita tidak yakin atas itu?

Hidup ini adalah sebuah kesempurnaan yang tidak sempurna. Begitulah kita menjalaninya. Begitulah kamu datang menjelma. Dan begitulah aku datang menjelma. Kita adalah musik-musik yang tidak sempurna. Tapi tenang saja, kita tetap bisa menari-nari di atas segalanya. Ya tentu saja dengan bahagia yang mungkin harus kita paksakan ada. Hei sepertinya kita harus segera memulainya, kekasih. Maksudku cerita kita sebagai sepasang kekasih. Sebagai sebuah ruang yang berisi segalanya untuk selama-lamanya.

Ide bagus bukan?

Aku tahu kamu bukan orang yang gemar jail. Kamu mungkin adalah sebuah perkampungan padat penduduk yang sangat sunyi. Tapi tolong sudahi, sebab aku ingin kamu yang jail meski hanya denganku saja. Humor ini harus kita yang menciptakan, biar kita juga bisa jauh menikmati badai-badai yang datang. Dan kita akan bersama menikmati sapa-sapa mesra setelah membuka mata di pagi hari, menikmati kopi hitam favoritmu dan matcha ala-ala favoritku, lalu kita bersiap legowo mengurai mimpi-mimpi yang akan kita pijaki sehari penuh setiap hari. Jangan lupa kita bersulang untuk satu hari penuh yang rahasia itu. Sebab kita adalah kekasih. Ya, aku pikir sepasang kekasih sudah selayaknya merayakan apapun berdua, termasuk kesedihan, termasuk kebingungan, termasuk tumbuh kembang bersama dan apa-apa yang bahkan belum kita tahu benar-benar lakonnya.

Aku ini mungkin hanya sesuatu yang seorang manusia, perempuan, kecil, dan jauh dari kata ideal. Kamu mungkin sama, hanya saja aku belum melihat celahnya. Tapi aku dan kamu adalah rumah. Dan sungguh perkara-perkara yang tidak sederhana itu harus kita selesaikan. Maka dari itu, mari saling sudi untuk pulang dan mari kita rayakan hingar bingar rumah tangga yang suka meletus tiba-tiba berdua. Waw aku benar-benar sudah ingin banyak berbicara kepadamu tanpa perlu merasa bahwa aku telah mengganggumu sepanjang waktu kekasih. Bagaimana menurutmu?

Hei, kekasih. Ini bahkan hari minggu. Waktunya rekreasi. Mari wisata ke tempat kerjaku saja kekasih. Hari ini aku sedang tidak WFH, jadi mari ikut denganku agar aku dan kamu tetap bisa berdua. Tapi harusnya....harusnya kita sudah menikmati perburuan kecil itu ya kekasih? Atau boleh juga kita rencanakan pemotretan pastwed ala-ala monocrom. Atau kamu mau kita berbaur dengan tradisi kental jawa? Atau kita bisa bergaya apa saja di tepi pantai atau di antara pemandangan alam? Atau kita bisa mengambil konsep berkebun bersama. Atau kita ke pasar malam saja? Atau dua-duaan di studio potho milik siapa? Ya yang penting kita berdua. Yang penting kamu bersedia dulu untuk kujaga kekasih. Begitupun dengan aku kepadamu. Dan kita tidak akan jadi yang pernah selesai sekalipun telah lewat tenggang waktunya.

Langit tampak semakin membiru kekasih. Tidakkah diantara gulungan awan-awan itu aku dan kamu telah lebih dulu bertemu? Dan begitulah Yang Maha Mempertemukan menciptakan kita. Dan pada apa saja kita telah menjelma, tiap-tiap langkah, tiap-tiap puisi, dan tiap-tiap kicau burung adalah sesuatu yang tidak harus kita mengerti. Seperti itu, seperti omong kosongku ini. Mengalir , menyentuhmu bahkan jika ternyata kamu tidak menyadari semua itu dan aku tidak menyadari telah melakukan itu.

Jangan terbuai kekasih. Aku bahkan bukan seorang pecinta yang mahir. Kamu bahkan tidak enak hati kepada siapa saja yang menaruh hati padamu. Tidak apa-apa kekasih, yang penting masing-masing dari kita tetap waras. Kamu tidak harus berjanji, tapi berhati-hatilah di perjalananmu yang panjang itu. Sebab di tempat kerja itu aku menunggu. Sebab mulai pagi ini dan pagi-pagi setelah ini,  kamu sudah harus menyapaku. Atau tidak usah saja. Biar aku saja yang menyapamu.

"Selamat pagi, kekasih"

Selamat lagi dari kekasihmu ini.

Salam sayang.

Sabtu, 10 Juli 2021

Dear, Bulan Sabit...

Tuan
Tuan...
Orang-orang bisa begitu saja tampak dan benar-benar membosankan. Menari-nari mereka dengan omong kosong yang meriah. Dan begitulah musik yang tidak sempurna itu menggelar pestanya. Jadi, mari gemuruhkan tepuk tangan demi siapapun. Setidaknya mereka sudah bekerja keras dan tentu bersusah payah, bahkan untuk sesuatu yang menurut kita berantakan atau malah tidak berguna. Termasuk ini, termasuk aku, termasuk kamu, termasuk kita yang tidak sadar ketagihan jatuh berkali-kali.

Tuan
Tuan...
Kadang kita perlu menyelam, lebih dalam, sampai tenggelam, dan bahkan berkarat. Isyarat-isyarat kadang datang dalam wujud yang tidak kita suka. Dan kita rentan menyambutnya dengan sesuatu yang kekanak-kanakan. Sepenggal makna, aku pikir aku juga sama sepertimu. Jabat erat tanganku tuan. Kita sama-sama tidak mahir dalam hal ini.

Tuan
Tuan...
Hari demi hari berlalu. Dan tepat sedetik yang lalu, aku telah mendidih. Berteriak aku, berlari aku menujumu, berbisik sesuatu aku kepadamu. Menurutmu, apakah aku berhasil sampai kepadamu?

Tuan
Tuan...
Terlihatkah ini di kedua matamu? Adalah aku yang sedang berdandan dihadapanmu. Cerminku adalah kau. Tempat segala kata-kata terlahir. Tempat segala cukup mahir memeluk. Tempat asing yang tiba-tiba saja jadi rumah.

Tuan
Tuan...
Bagaimana kalau besok kita bertemu? Lalu dalam keyakinan itu, mari kita bersulang. Pakai air putih saja tidak apa-apa. Asal salah satu tanganmu menggenggam tanganku. Aku tidak perlu matcha favoritku. Sudah kukatakan kepadamu bahwa kau adalah segala cukup untukku.

Tuan
Tuan...
Barangkali kita butuh detik yang menjelma jadi lebih banyak untuk sekedar mengosongkan ruang yang riuhnya merongrong. Barangkali kita butuh saling melihat, kemudian jadi sembuh dari pura-pura yang gemar kehilangan logika. Maka dari itu, lekaslah sampai kepadaku tuan. Dan jangan lagi lari. Menderitalah bersamaku sampai aku sembuh, sampai kau sembuh, sampai kita berdua jadi obat satu-satu.

Tuan
Tuan...
Besok atau nanti kupanggil lagi namamu. Lirih, tapi semoga kau mendengarnya. Sebab begitulah cara cinta mulai bekerja. Sebab begitulah aku memulai berani lagi. Sampai jumpa obat kalutku. Sayang kamu dari jauh, bulan sabitku.

Surat Kepada Siapapun yang Sedang dan Masih Merasa Kehilangan

Dear Everyone, I know it's not easy. I also won't know how heavy your burden is. Tapi guys, hidup harus tetap berjalan....