Senin, 03 Desember 2018

Klinik Kecantikan

Beberapa orang menganggapnya biasa, beberapa lagi menggapnya luar biasa. Beberapa orang menikmatinya, beberapa lagi ingin cepat meninggalkannya. Ya, klinik kecantikan, sebuah bengkel tempat wajah dan beberapa bagian tubuh di manjakan, diperbaharui, dan dijadikan lebih baik. Aku sependapat, tapi tidak selamanya begitu.
Sebulan yang lalu, aku kesana, membuang bercak-bercak kecil di wajahku. Ini kali kedua bagiku ke sana. 9 bulan sebelum ini, aku memberanikan diri dan merelakan sebagian tabunganku untuk terpakai disana.

Jerawat di wajahku cukup parah. Hampir setiap hari orang-orang tersayangku menyayangkan keadaanku. Sebenanya aku sendiri juga, tapi waktu itu aku belum terlalu menganggap itu serius. Sampai pada akhirnya aku merasakan puncak dari rasa ketidaknyamanan di bagian wajah. Jerawat di wajahku semakin parah, sedang tanganku semakin tak terkendali untuk tidak memegangnya.

Aku datang ke salah satu klinik kecantikan yang ada di kotaku. Lumayan jauh, sekitar 30 menit dari rumahku. Aku berangkat dengan temanku. Dia sudah lebih dulu merasakan perawatan disana.
Setengah jam menunggu, akhirnya aku masuk ruang tindakan. Menyampaikan banyak keluhan ke pada dokter dan kemudian wajahku di masukkan ke dalam sebuah mesin. Aku kurang paham nama mesinnya, tapi setelah wajahku masuk, semua masalah terdeteksi. Wajahku sangat berminyak dan pori-poriku besar, jadi banyakk tumbuh jerawat. Kata dokter ini bukan faktor genetik, tapi hanya karena hormon.

Mamakku sering mengeluhkan keadaan wajahku. Mamak bilang Mamak dan Bapak dulu waktu muda tidak pernah berjerawat. Aku pasrah saja kalo sudah begini. Ternyata memang bukan karena faktor genetik, tapi karena hormon. Asupan makanku memang kacau sekali. Apa saja ku makan, termasuk gorengan, kacang-kacangan, coklat, makanan bersantan, dan banyak lagi. Semuanya ternyata menjadi pantangan, dan sekarang aku harus mempertimbangkan untuk memakan itu semua.

Aku sudah merebahkan badan di atas tempat tindakan. Dokter sudah mempersiapkan segala alat dan bahan untuk melakukan eksekusi. Proses yang dijalankan adalah Couter, dokter bilang jerawatku tidak akan sembuh jika hanya diberi tindakan peeling apalagi sekedar facial. Jenis jerawat yang ku punya adalah jerawat batu. Tidak begitu besar, tapi untuk menghilangkannya butuh proses yang lebih.
Pisau kecil bertenaga listrik sudah dihadapkan di atas wajahku. Perlahan pisau diarahkan ke jerawatku, kemudian jerawat itu dipaksa keluar dengan menggunakan satu alat untuk mengeluarkan jerawat. Rasanya sakit, seperti disetrum pake raket listrik. Dokter bilang aku tidak boleh banyak gerakan, supaya bekas lukanya tidak melebar. Aku manut saja, tidak bergerak tapi agak teriak. Mataku basah, aku menangis menahan sakit sedangkan temanku menertawakan ku. Dia sama sekali tidak bercerita tentang ini, tentang sakit yang bertubi-tubi. 

Bersyukurlah wahai pembaca, bersyukurlah wahai kalian yang memiliki kulit wajah mulus bebas jerawat. Bersyukurlah karena kalian tidak harus datang dan menikmati proses di klinik kecantikan. Percayalah, masuk ke klinik kecantikan bukanlah sebuah pencapaian yang membahagiakan. Selain isi dompetmu terkuras, kalian akan merasakan kesakitan yang hanya kalian saja yang merasakan. Orang lain tidak akan mengerti bagaimana rasanya. Mereka hanya akan menertawakanmu dan menghiburmu sejenak. Selebihnya hanya keberuntunganmu.

Jangan melulu menyinggung persoalan jerawat, kalian tidak paham bagaimana mereka yang berjerawat begitu ingin memiliki wajah seperti apa yang kalian inginkan. Ada banyak diantara mereka yang begitu berkeinginan bebas dari jerawat tapi masih bergelut dengan keluhan masing-masing, bisa jadi masalah ekonomi, atau bahkan karena takut sakit. Aku juga, dulu pas belum kerja bermasalah sama ekonomi, setelah bekerja masalah ku berubah. Aku berulang kali ketakutan merasakan sakit, tapi karena keinginanku yang menguat, aku jadi mau kesana dan masuk ruang tindakan.

Sekarang sudah setahun, wajahku sudah tidak berjerawat lagi, kecuali karena datang bulan. Akan ada jerawat yang muncul, tapi kata dokter itu sesuatu yang wajar. Terakhir aku datang ke klinik, dokter merekomendasikan kepadaku untuk pindah menggunakan cream whitening. Sekarang alhamdulillah semuanya membaik.

Sekian cerita hari ini. Semoga senyum mengembang tetap bisa menghiasimu wajahmu. Aku menyayangimu dari jauh.

Senin, 29 Oktober 2018

Tidak Ada Niat Lain, Selain Beruntung Memilikimu


Aku ingin menjadi tempatmu kembali

Meskipun hanya akan kau temui di penghujung hari

Aku ingin menjadi tempatmu kembali

Mendengar cerita dan rencanamu perihal apapun yang terjadi setiap hari


Aku ingin menjadi tempamu kembali

Sekedar menyeka air mata yang kau tahan selama sehari

Aku ingin menjadi tempatmu kembali

Ingin ku nikmati senyummu sepanjang hari


Aku akan selalu menunggu

Di balik pintu berwarna biru

Dengan mengenakan piyama berwarna abu-abu

Sambil membaca buku-buku


Aku akan selalu menunggu

Sampai waktu itu benar datang kepadaku

Dan kita benar bertemu

Selanjutnya kita habiskan bersama di banyak waktu


Aku ingin menjadi seperti itu

Menjadikanmu bahagia sepanjang waktu

Aku ingin menjadi seperti itu

Selalu bersamamu sepanjang waktu


Aku ingin menjadi seperti itu

Tertawa denganmu karena sesuatu yang mungkin saja lucu

Aku ingin menjadi seperti itu

Menjadi wanita yang paling bahagia karena telah berhasil memilikimu


Dariku, seseorang yang bercerita sebagai aku

CERITA TENTANG GAGANG SAPU


Picture by : Google

AKU PUNYA NIAT TERSELUBUNG
Gagang sapu pernah melayang ke punggung
Gara-gara qira’ah mendengung, sedang aku asyik saja mengurung diri disalah satu ruangan sebuah gedung
Pura-pura saja aku tidur, padahal aku punya maksud terselubung
Seseorang di luar tempatku terdengar memanggilku dengan merdu, indah sekali seperti kidung
Suaranya khas, membuatku seketika menjadi murung
Tapi aku masih saja diam mematung
Tapi perlahan aku mulai terusik, mulai terbangun dan mulai merasa bingung

AKU MULAI TIDAK BAHAGIA
Pintu kamarku mulai terbuka
Terdengar harmonis penuh dengan estetika
Aku mulai menutup telinga
Mulai takut menerima murka
Suara langkah kaki itu terdengar mulai mendekat saja
Aku semakin kehilangan rasa bahagia
Segera saja ku mulai sandiwara
Naas saja semuanya menjadi malapetaka

AKU MERASAKAN SAKIT DI PUNGGUNG
Pria itu bilang aku harus mau berangkat ke perbatasan kampung
Katanya, biar aku bisa belajar jadi orang yang agung
Juga supaya menjadi orang yang beruntung
Tapi pikirku langit sedang mendung
Aku jadi malas bertarung dengan sampah jalanan yang mengapung
Tapi dia sama sekali tak menghiraukan alasan yang telah ku buat sampai menggunung
Pria itu mulai memposisikan tangannya di kayu bagian ujung
Kayu itu mulai melayang ke arakhku, tepat sekali di bagian punggung
Aku merasakan itu, aku dipentung
Dan bodohnya aku hanya bisa mematung
Hanya merengek sambil melindungi punggung
Ahh rasanya sakit sekali di punggung
Membuatku merasa seperti menerima hukuman pancung
Aku mencari tempat berlindung sambil menangis bersenandung
Bukan pop apalagi dangdut, hanya seperti mendendangkan tembang pocung
Bahkan wanita itu hanya diam termenung
Benar-benar tidak ada lagi tempatku bernaung
Apalagi sekedar menemukan orang yang bersedia mendengarku berteriak tulung

KARENAMU, AKU MENJADI PEMENANG ULUNG
Luka di punggung masih terlihat saja
Rapat tersimpan dalam balutan kaos lengan panjang berwarna biru tua
Sakitnya telah hilang entah kemana
Tinggal bekasnya yang enggan sirna
Sekarang aku sedang sibuk termenung
Ditemani seduhan kopi di sebuah warung
Juga seorang pria yang datang tanpa rasa canggung
Dengan membawa  tumis pedas berbahan dasar kangkung
Luka dipunggung telah membuatku beruntung
Selalu membuat merasa menang menjadi seorang petarung
Membuatku selalu ingin menjadi seorang pelindung
Kenal saja, akulah sang pemenang ulung

Aku adalah Aku

Aku adalah aku. Aku adalah diriku. Cantik, jelek, baik, buruk, pendek, tinggi, lembut atau kasar sekalipun aku tetaplah aku. Itu aku, itu diriku, dan itu kepunyaanku. Aku sering menolak menjadi aku, tapi aku tetaplah harus menerima keadaan bahwa ternyata memang aku adalah aku. Allah menciptakan aku untuk menjadi aku. Aku harus bersyukur atas itu. Aku hanya perlu mencintai kelebihan dan kelemahanku untuk mau menjadi aku. Aku hanya perlu bersedia berkawan dengan segala macam keadaan yang menghampiriku. Aku hanya perlu belajar beberapa sesuatu dari dirimu untuk tetap menjadi aku. Aku tak akan mau menjadi sepertimu, karena kau bukan aku. Aku tahu berat menjadi kau, itu bukan porsiku. Kau juga akan mengatakan hal yang sama sepertiku. Aku hanya perlu menjadi diriku untuk menjadi aku. Aku tetaplah akan menjadi aku dan kau harus tau itu.

Aku adalah motivasiku. Aku adalah semangatku. Aku senang bergantung kepada diriku sendiri dan kepada Rabb-Ku. Semuanya tergantung kepadaku dan persetujuan Rabb-ku pastinya. Akulah aktor utama dalam kisahku. Terimakasih untuk segala hal yang pernah kau utarakan padaku, sangat berharga, aku menyukainya. Jangan menganggapku tak pernah mempertimbangkan nasehatmu. Aku mendengarkanmu, mempertimbangan masukanmu, dan mengambil keputusan atas pemikiranku. Aku yang menjalani kehidupanku, aku tahu bagaimana aku harus menuju, dan terimakasih telah sudi memberikan sedikit perhatianmu kepadaku. Jangan lelah menyampaikan apapun kepadaku, percaya saja entah kapan, dalam keadaan yang bagaimana, dan untuk siapa saja, sepatah sekian patah katamu akan menjadi sesuatu yang berguna.

Aku mengagumi beberapa hal dari dirimu dan beberapa dari orang-orang yang aku kagumi, tapi aku tak akan berpaling untuk tetap menjadi aku. Sayangnya aku akan tetap sayang menjadi sepertiku, kapanpun dan dimanapun. Ingat-ingat itu. Aku rasa di luar sana banyak yang menginginkan menjadi sepertiku dan mungkin salah satunya adalah kau pembaca kisah usangku. Cintai dirimu dan akan kau dapati makna dari kata syukur lengkap dengan keberuntungan yang  sudah kau dapat.

Aku ini satu dan tak akan ada yang lain daripada aku. Salah satu ciptaan Allah yang sempurna, karena aku termasuk golongan manusia. Pemilik kisah usang yang sedang berusaha berhasil menuliskan kisahnya dalam salah satu kutipan yang berjudul “Aku adalah Aku”. Sebuah cara meyakinkan diri untuk mencintai diri sendiri di tengah-tengah kehampaan diri. Akulah sang pemilik cerita itu dan kali ini kau boleh tau tentang itu. Kisah usangku akan ku mulai dan aku akan mempersilahkanmu membaca dan sekaligus menilai. Nilai saja, jangan kau hakimi biar suatu saat nanti bisa aku perbaiki menjadi lebih baik lagi.

Aku mencintai karyaku karena itu buatanku. Aku mencoba mencintainya seperti aku mencoba mencintai diriku yang akan tetap menjadi aku. Aku akan terus berusaha berkarya, biar semuanya tau bahwa aku  adalah aku di beberapa penggalan kisah usang itu. Jangan sibuk memikirkan bagaimana aku. Nikmati hidupmu dengan menjadi dirimu sendiri dan aku akan menikmati hidupku sebagai diriku sendiri.

Temui aku dalam diriku, tegur aku sebagai aku, dan tolong mengerti saja, setelah kau utarakan harus bagaimana seharusnya aku menjadi aku. Aku adalah diri yang menobatkan diri sebagai penanti nasehat hangat darimu. Aku senang bila kau mau, aku senang bila akhirnya kau bersedia. Biar aku tau, ada yang kurang pas dari diriku saat aku menjadi aku yang dulu. Biar aku bisa mencerna segala pemikiranmu, dan biar aku bisa menjadi aku yang baru, yang lebih terasa pas di kehidupan ini. Tapi satu yang perlu kau ingat, terus dan terus. Aku adalah aku. 

Rabu, 24 Oktober 2018

Dimana Saja, Asal Sama Dia, Semua Berujung Sama, Masih Saja Tentangnya

Angin malam masih sama, berhembus kemana-mana dengan kondisi yang sama. Dingin, begitulah rasanya semenjak sore tadi. Sekarang aku sedang berada di tepi jalan, sedang menikmati sushi dan segelas green tea bersama gadis cantik teman masa kecilku. Dibatas kota kretek tercinta kami, kami sering berbagi apa saja yang kami punya. Uang, sepotong roti, isi novel, kisah, dan apa saja. Dia masih sama, perempuan, agak tinggi daripada aku, dan tidak lebih tua daripada aku. Hampir mirip, kami sama-sama memakai kacamata dan sering foto berdua dengan pose yang sama. Gaya bicara dan style baju juga hampir sama. Ya beginilah, gayaku sering ditirunya dan kadang aku juga melakukannya.

Malam ini adalah malam minggu pertama di bulan oktober. Seperti biasa, kami pergi bersama menuju salah satu sudut kota untuk sekedar menikmati makan bersama. Tidak ada yang istimewa, hanya makan saja. Tidak lama, hanya beberapa jam saja. Pun tidak jauh, hanya di dalam kota saja.

Sekarang giliran aku yang mentraktir dia. Minggu lalu sudah dia, aku pikir aku harus tau diri, jadi kali ini aku tidak mau merepotkannya. Kebetulan beberapa waktu yang lalu gaji bulanan sudah masuk ke kantongku. Kebetulan jalan-jalan kali ini juga sudah masuk agenda, jadi anggaran dana sudah terancang dengan baik. Semoga keadaan tak membuatku khilaf berlebih.

Seperti biasa, kami beradu argumen sebelum akhirnya memilih tempat mana yang akan kami kunjungi.

"Jadi kita jadi kemana nih?" tanyaku memulai percakapan

"Terserah, aku manut laa" katanya pasrah

"Pilih gih, aku sedang ingin memberikan pilihan kepadamu" kataku menegaskan

"Hmmm ke sushi, ke ikki, ke jank-jank, kfc, sumur apa kemana ya?" katanya

"Terserah, kang ojeknya sekarang kan kamu. Pokoknya sekarang aku sedang tidak ingin memilih. Titikk"" kataku lagi

"Ya udah deh, ayo naik" katanya

"Jadi kemana emang?" tanyaku

"Naik aja dulu, nanti juga tau

Akhirnya kami berangkat tanpa tau tujuan. Tidak hanya sekali, kami seperti ini berkali-kali dan tetap pulang dengan kondisi yang menyenangkan hati. Ada saja yang menyatukan kami, padahal sangat banyak perbedaan diantara kami. Keluarga, teman, pendidikan, kerjaan, masa depan dambaan dan apa saja. Aku banyak merasa beruntung daripada dia dalam beberapa hal, tapi kadang aku juga merasa tak seberuntung dia. Dia sama, merasakan yang sama sepertiku, tapi dalam hal yang lain.

Kadang kami saling menertawakan keluhan kami masing-masing. Dia mengeluh aku ketawa, aku ketawa dia mengeluh. Ya begini ini, harus ada yang mempu menampung keluh. Aku bersyukur, masih diamanahi untuk bisa memilikinya. Dia hanya satu di dunia, tidak ada duplikat dan tidak bisa diduplikat. Tapi dia bisa bekembang biak. Kelak akan ada ponakan-ponakan sholeh sholehah yang akan dia persembahkan untukku. Anak-anaknya akan menjadi keponakanku dan aku akan memiliki peran sebagai bibi.

 Terlalu banyak yang aku anggap bukan apa-apa dari ceritanya daripada apa saja yang pernah aku alami. Setelah melewati garis takdir sampai detik ini, aku merasa menjadi sangat kuat apalagi hanya sekedar menghadapi ini itu. Allah telah mengajarkanku sesuatu, bahwa tidak ada yang tidak bisa dilewati hamba-Nya selagi hamba itu mau berjuang dan menyerahkan segalanya kepada-Nya tanpa bertanya kenapa. Aku masih belajar bagaimana menjadi baik, menjadi pribadi yang lembut, berhati peri, dan menjadi hamba yang taat. Aku masih mencari pintu surgaku, aku selalu meminta kepada Rabbi supaya aku dimampukan menemukan beberapa cara untuk  bisa berhasil ke surga firdaus. Jalan menuju surga tak terhitung banyaknya, aku ingin satu saja untuk bisa menuju sana. Ya, satu untukku, satu untuk Bapak, satu untuk Mamak, satu untuk Enang, satu untuk Suami, beberapa untuk putra putriku, dan beberapa lagi untuk sahabat surgaku.

Tidak banyak bahasan berfaedah yang kami bicarakan sembari mendengarkan keluhan masing-masing. Tapi selalu ada satu bahasan yang entah kenapa selalu kami bicarakan. Tidak sengaja, tapi selalu berjaya.

"Mereka kemarin piknik ke Bandung ya, rame banget, jadi pengen deh"

"Istigfar ehhh"

"Pengen ke Bandung lhoh, bagus, seger, ijo, adem, bagus deh pokoknya. Kamu si belum pernah hmmm"

"Ohhh kirain hahaha"

"Kirain apa? Bilang ke aku cepet"

"Nggak ah, takut kamu seneng"

"Woooo" (sambil nonyor helm dia)

Awal bahasan yang seru bukan? Bahkan tanpa menyebut inisial nama, kami sudah sangat mengerti dengan semua itu. Aneh, tapi ya begitu adanya.

Sekarang kami sudah sampai di Eijitai, tempat makan bermenu sushi kesukaan kami. Tidak mewah, tidak mahal, pun tidak mengecewakan. Tepi jalan menuju batas kota sangat memanjakan kami menikmati apapun yang ada.

"Bong"

"Oeeyyy"

"Gantengnya bong, lihat dong lihat"

"Paan seh? (belum noleh, masih asyik ngegame)

"Lihat dulu dong, keburu nyesel cepet"

"Nggak penting awas ya"

"Ketagihan awas ya"

Aku memalingkan pandanganku ke layar HP nya. Aku mulai tidak kuat menahan malu, aku mulai tertawa dan mulai melihat wajah illfellnya.

"Senyum-senyum wooooo"

"Rame cuy, pengen nyusul. Lihatin lagi dong akakak"

"Tuuu kan ketagihan kan hmmm"

"Ya Allah, aku tuu nggak kuat tahu. Nggak kuat buka sendiri, kuota ada tapi signalnya subhanallah"

"Alesan ya alesan"

"Kagak boss, beneran"

Aku butuh merayunya lagi, lebih dari sekali, dan harus bekali-kali. Tapi aku berhasil, aku menang, dan aku melihat postingan itu lagi. Ya, aku sudah lihai mengatasi ini semua dan dia sudah terlalu luluh dengan rayuanku.

"Cuy"

"Oeyyyy"

"Cuy"

"Hmmmm"

"Cuy"

"Apaan si bong?"

"Kamu ga kangen sesuatu?"

(Dia senyum-senyum sampe mringis) "Hmmmm"

"Oke stop, kesimpulan sudah ku ambil. Fiks kamu kangen"

"Idihhh kalau ngomong suka kebeneran sii"

"Ya dong. Aku gitu. Pengamat ulungmu"

"Ahhh i-bong sweet deh. Peluk dulu, sini peluk"

"No thanks, kamu bau polusi, jauh jauh luuu"

"Ya udah, aku meluk yang lain aja deh"

"Mau meluk siapa coba. Meluk tiang, apa meluk pohon? Haaaa?"

"Meluk kenangan terindah dong hahaha"

Kami tertawa bersama tanpa mempedulikan sesama dan mengkhayalkan sesuatu yang sama. Kalau ada kata-kata yang sering terkesan mempermalukan diri sendiri, itulah kami. Saling merendah diantara sesuatu yang rendah.

"Biasanya jam segini dia nelpon ya kan? Sambat capek terus minta di elus-elus jauh gitu"

"Biasanya jam segini dia cerita sama nanya seharian ngapain aja"

"Biasanya jam segini dia ngomongin masa depan sambil ngayal yang bukan-bukan gitu"

"Yang bukan-bukan katamu. Hmmm bener-bener-bener"

"Aku suka kangen diceritain tentang ayah bundanya, mereka lucu, sweett dan hmmm pokoknya buat aku jatuh cinta gitu deh. Sangat menginspirasi sekali. Andaiiiiiiii"

"Stopp aku tau yang ada di isi kepalamu. Stopp aku bilang stopp"

"Idih belum kelar mblo"

"Biarin mblo. Aku kangen ditenangin, dia dewasa, aku suka"

"Aku pernah kali ditelpon jam 3 pagi, dikecup-kecup keningku sampe aku bangun. Katanya "bangun beb, tahajuddan dulu gih". Aku udah melek padahal tapi aku belagak masih merem gitu, katanya lagi "besok nii ya, kalau dah beneran jadi istri, kamu aku bangunin nggak bangun-bangun, bakalan aku kecup sampe kamu bangun, terus kita tahajud bareng deh". Dan aku cuma senyum-senyum hmmmm. Baper uee baper"

"Udah bong, nggak kuat ngakak, udah"

"Akakak suka kebayang lagi, tapi suka sadar diri kalau ini cuma sebuah ilusi. Perih cuy perih"

"Masa lalu biarlah masa lalu"

"Bad voice. Diem luuu"

"Idihh jujur amat si"

"Biarin. Udah, abisin cepet"

"Kenyang bong. Bantuin"

"Segini kagak abis, hmmm sini deh aku bantuin. Tapi lain kali abisin sendiri ya, kecuali kalo kamu kekenyangan boleh minta bantuanku lagi"

"Yeeee maunya hmmm"

Akan ada bahasan yang sama. Seperti yang ku ceritakan, entah awal membahas apa, hembusan angin tetap mengarah kearah yang sama. Sudah mencoba menghindar, tapi rasanya berat, kami masih saja terjebak di kisah yang lama.

Hidangan pesanan kami sudah tinggal piring, sumpit dan gelas kosong. Kami beranjak pergi dari sana dan kemudian memutuskan untuk pulang. Angin tetap begini, berhembus kemana saja dan mendinginkan suasana.

"Ngomong-ngomong nih ya, kok kita jadi ngebahas ini lagi si?"

"Tau tuu, kamu si suka kangen hhhmm"

"Kamu tuu suka pasang umpan, kan aku jadi kepancing akakak"

"Bakal ada kisah lanjutan nggak ya kira-kira?"

"Insyaallah, aku bantu deh. Bantu doa akakak"

Kami saling memandang, saling menenangkan, saling menertawakan dan saling mendoakan. Sambil saling bully, sambil saling usil-usilan, sambil saling berpelukan. Ahhhhhh

"Kira-kira aku sama Mas itu bakal ketemu nggak ya cuy?"

"Insyaallah bong. Aku selalu doain kamu biar Allah ngasih kesempatan kalian ketemu. Kan kalau kalian ketemu, aku juga bakal ketemu sama Mas hmmm"

"Aamiin Ya Allah. Makasih lhoh cuy, kamu baik hati deh"

"Ya dong, siapa dulu dong temennya?"

"Akulah, siapa lagi coba"

"Kamu, iya kamu. Tapi bukan kamu"

"Bukan kamu tapi dia"

"Dah stop, mamakku dah di depan rumah tuu. Turun gih"

"Lhoh udah sampe ternyata, padahal baru aja merem"

"Merem sambil senyum-senyum"

"Sambil ngayal yang indah-indah. Masyallah nikmatnya"

"Udah stop, pulang dulu ya. Kapan-kapan ngayal bareng lagi"

"Oke deh, ati-ati temen ngayal"

"Assalamualaikum bong"

"Waalaikumsalam warahmatullah wabarakatuh cuy"

Kami melanjutkan khayalan kami masing-masing. Di ruang sendiri dan dengan diri sendiri sambil beteman amunisi pribadi. Sebotol minuman (air putih kadang, atau sirup, atau teh, atau apa saja yang ada di rumah) dengan ditemani ragam cemilan dan seduhan air mata sebagai simbol kepasrahan dan harapan.

"Ya Allah, ijabahlah doa hambaMu yang cantik ini Ya Allah, yang masih berlumur dosa dan mengharap dengan sangat penerimaan maaf dari-Mu"

Jumat, 28 September 2018

Jadilah yang Mengerti, Jadilah yang Menjaga

Picture by : Google
Baru saja gadis ayu seumuranku menyalakan sepeda motor kepunyaannya. Belum larut malam, jam dinding di rumahku baru menunjukkan pukul 20.40 WIB. 2 jam yang lalu dia mengunjungiku dan menanyakanku tentang beberapa hal mengenai skripsi. Setahun lagi dia akan diwisuda, semoga Allah memudahkannya dalam menyelesaikan urusannya. 

Tidak banyak yang kami diskusikan dan kami melanjutkannya dengan bercerita sesuatu yang lain. Sudah lama sekali kami tidak bertemu dan berbagi cerita. Dia bilang banyak yang mau diceritakan kepadaku, tapi pertemuan kami selalu saja menolak temu. Aku sibuk dengan keadaanku dan begitupun dengannya.

"Tee katanya mau cerita" kataku memulai

"Oh iya bong" katanya singkat

Tiba-tiba dia terlihat murung dan seperti menahan sesuatu.

"Tee jadi enggak?"

"Aku enggak betah di rumah nii, suasana di rumah bikin aku ga nyaman. Sekarang aja aku lebih seneng pulang sore, lebih enak di kampus. Padahal di kampus aku gak ngapa-ngapain juga sii"

"Lhoh kenapa tee? Jangan bilang karena kelanjutan dari cerita terakhirmu lhoh ya?"

"Lhah ya memang karena itu. Bapak tambah ga karuan deh, Ibu juga. Ga ada yang percaya sama aku sekarang. Aku capek"

Dia mahasiswa tingkat hampir akhir. Sekarang dia sedang sibuk dengan persiapan skripsi. Dia tinggal bersama ibu dan ayah tirinya. Kehidupannya baik-baik saja sampai pada akhirnya kekhawatiran berlebih yang dilakukan oleh kedua orang tuanya membuatnya merasa tidak nyaman menikmati kehidupannya yang sekarang.

Tidak hanya satu atau dua, ada beberapa tetangga kami yang memang terlanjur berada pada kesalahan. Seperti beberapa kasus kebanyakan (terlalu banyak yang mengabarkan kepadaku tentang ini, sampai aku menyebutnya dengan kebanyakan), anak gadis tetangga kami mengandung bayi mungil dengan ikatan perkawinan yang belum sah.

Aku salut, tapi juga merasa tidak adil. Ada banyak orang tua yang menganggap cara mendidiknya sudah benar, padahal tidak begitu dengan si anak. Tidak seharusnya setiap gerak-gerik dari anak gadisnya dicurigai berlebih seperti yang mereka lakukan sekarang. Aku tahu bagaimana gadis ayu yang baru saja beranjak pulang, dia baik dan insyaallah dalam lingkungan yang baik. Aku pikir dia tahu batasan pergaulan yang harus dia jalani, termasuk bagaimana cara behubungan dengan lawan jenis.

Ada banyak perkataan yang membuatnya tidak bisa menerima keadaan ini. Aku bisa mengerti, tapi aku hanya bisa memberikan sepatah dua puluh kata yang bisa jadi menarik untuk diingat.

"Tidak ada yang menginginkan keadaan seperti ini, tapi inilah garis takdir yang harus kamu lewati. Mereka hanya mengkhawatirkanmu, kamu harus bersyukur atas itu. Kalau menurut mereka cara yang mereka gunakan sudah tepat tapi ternyata menurutmu itu tidak, kamu yang harus mencoba mengerti" kataku menasehati

"Tapi aku capek bong, kenapa si mereka enggak bisa ngertiin aku?"

"Kalau capek, aku diem teee. Aku berbisik ke Allah biar Allah yang bisa buat orang-orang itu mengerti. Aku ga mau banyak ngomong, aku terlalu takut menyakiti lawan bicaraku. Ya meskipun aku ga punya niat sedikitpun buat ngelakuin itu. Apalagi orang tuaku. Ridho kita ada dimereka lhoh, inget inget"

"Aku dah pernah ke Ibu tentang ini, tapi Ibu malah bilang ini itu. Bilang aku dah pinter ngelawan lah, bilang aku ginilah, gitulah. Serasa serba salah gitu aku tuu"

"Aku juga pernah gitu tee. Niatku dah baik, ngingetin, tapi Ibuku bilang "Oh gini ya, sekolah jauh-jauh ke Semarang tuu kamu jadi pinter gini ya nduk", hmmmm aku diem, enggak lanjut ngomong dan cuma bisa berkaca-kaca"

Tema pembicaraan kami sama, tapi kasus kami berbeda. Lawan bicara kami sama, tapi beda orang. Kami saling bebicara mengenai ini dan sekarang aku merasa tidak sedang sendiri. Kami sering begini, bercerita seperti ini untuk kemudian saling menenangkan.

"Jangan bingung tee, pemikiran kita dengan mereka emang beda. Kita yang kudu lebih ngerti. Oke?"

"Ehh bong, pas banget nii ya. Kalo aku mau kejadian gini tuh aku mesti sebelumnya baca quotes apa gitu yang mendukung kondisiku"

"Hmmm terus tambah gitu bapermu? Akakakak"

Dia mengangguk sambil meringis, aku tertawa menertawakannya yang terlihat menahan tawa

"Kemarin aku baca, anak-anak tuu ga boleh dimarahin sebelum tidur. Karena otak akan lebih mengingat hal-hal yang terjadi sebelum tidur dan aku pikir itu bener"

"Bener gimana coba?"

"Beberapa kejadian, terjadi sebelum aku tidur, pas aku dimarahi misal dan itu keinget banget sampe sekarang"

"Aku juga, sampe sekarang juga"

"Ahh aku capek, suka iri tahu kalo liat idup temen ueee"

"Istigfar oeyyy, enggak selamanya kehidupan mereka sebahagia kaya yang kamu lihat. Semua sudah sesuai porsi boss, garis takdir sudah ada yang mengatur. Kamu mau tukeran nasib sama akuu? Lebih pahit, lebih lama, dan lebih menyedihkan. Tapi sekarang semua sudah jauh lebih dari baik, setelah aku memahami garis takdirku"

Dia menggeleng, dan aku melanjutkan kisahku

"Tee tee, kasusmu tuu belum seberapa, baru berapa tahun si? Aku aja yang dari kelas 1 SD gini aja ni, santee akakak"

"Bener kata postingan instagram kemarin "Banyak yang siap menjadi ayah ibu, tapi tidak untuk menjadi orang tua" aku pikir lagi-lagi ini benar"

Aku agak shock, aku ikut berpikir kalimat itu benar, dan ini sekian hal yang bisa menjadi pelajaran untuk kita semua 

"Ya aku pikir juga benar, makanya calon ibu, yuuhh mari kita mempersiapkan diri biar bisa jadi orang tua seutuhnya, bukan hanya sekedar perempuan yang dipanggil Bunda oleh anak-anak kita nanti"

"Siap boss, makasi ya untuk sharing hari ini"

"Iya sama-sama, semoga dari sekian banyak basa-basiku bisa melegakan hatimu ya"

Kami saling menatap dan tersenyum. Obrolan kami berakhir, dan dia berpamitan pulang. Dia bilang ayah ibunya sudah menunggunya di rumah. 

Ya beginilah, setidakbahagianya dirimu di dalam istanamu, tempat terbaik untuk pulang tetaplah rumah. Kalau ternyata pondasinya mulai rapuh, kamu yang harus menguatkan. Kehidupan selalu memerlukan orang-orang yang merelakan dirinya untuk membuka hati untuk sesuatu yang malah nyata membuatnya kesakitan. Tidak mudah, tapi aku yakin Allah akan membantumu melewati garis takdirmu kalau kamu  mau.

Jadilah yang mengerti, biar hidupmu penuh arti. Jadilah penjaga, biar hidupmu terjaga. Ini tidak rumit, kamu hanya butuh merelakan diri. Kamu bisa semakin kuat jika kamu mampu memahami apa saja yang terjadi di hidupmu. Jangan lelah, nanti kamu kalah. Mengerti ya


Salam sayang,



Veni Veronika

Senin, 24 September 2018

Sambutan Pengantar

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh


Selamat pagi, penikmat kata. Semoga Allah yang Maha Kuasa selalu melimpahkan rahmat, nikmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kita semua. Kemudian sholawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, semoga syafaat beliau dapat tercurah kepada kita semua di hari akhir kelak.

Terimakasih pengunjung, kunjungan kalian adalah hal sederhana yang akan membuat saya sedikit senang. Semoga kebaikan dunia dan akhirat selalu mengiringi kehidupan kita semua.

Selanjutnya saya memperkenalkan diri kepada kalian sekalian, siapapun yang sudah menyempatkan diri untuk membaca postingan pertama saya di blog yang akan saya gunakan untuk menyampaikan basa-basi yang saya punyai. Veni Veronika adalah nama cantik pemberian dari Mamak dan Bapak saya 21 tahun 10 bulan 4 hari yang lalu. Saya islam dan sedang mencari jalan menuju surga. Sudilah kiranya sahabat sholehah bersedia membantu saya untuk menjadi pribadi yang lebih dicintai oleh Allah.

Beberapa setelah ini bukan hanya sekedar imajinasi, ini adalah "Cerita yang Ku Ceritakan". Ceritaku tentang apa saja yang pernah mengiringiku sampai diusia sekarang. Saran dan kritik silakan disampaikan setelah selesai membaca. Aku tidak memaksa, tidak juga membatasi, aku hanya tidak mau terganggu dengan obrolanmu bersama teman-temanmu tentang postinganku.

Caraku bercerita berbeda dengan apa yang kamu punya, begitupun caraku mendengarkan cerita lama. Ini hanya tentang bagaimana caramu menerima, lebih dari itu aku kembalikan kepadamu.
Sekian pengantar cerita pagi ini, semoga bermanfaat dan menginspirasi.

Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh



Dariku
Wanita Muda Pecandu Kata



Veni Veronika

Surat Kepada Siapapun yang Sedang dan Masih Merasa Kehilangan

Dear Everyone, I know it's not easy. I also won't know how heavy your burden is. Tapi guys, hidup harus tetap berjalan....