Selasa, 20 Desember 2022

Kamis Bersama Bapak

Hari ini aku membawakannya kembang warna-warni. Lebih dominan warna pink, tapi sebenarnya aku lebih suka menaburkan yang warna putih atau kuning. Tapi belakangan aku malah lebih sering membawakannya yang warna merah. Halah tapi siapa juga yang peduli, yang penting tiruan taman surga buatanku bisa kelihatan apik. Bapak juga tidak pernah komplain tentang ini. Dia memang selalu tahu bagaimana menyenangkan satu-satunya anak wedok yang dia punya.

Ahh aku membayangkan betapa candu senyum canggungnya. Bunga-bunga itu bahkan tidak mau menceritakannya kepadaku. Tapi aku pikir mereka terlalu sibuk bertasbih untuk bapak sekaligus bermain-main dengan terik matahari dan kemudian berakhir kering. Waw ternyata tidak hanya manusia yang kembali ke tanah.

November sudah dua kali berlalu semenjak itu. Jarak itu terbentang menjadi semakin jauh, sangat-sangat jauh. Aku di sini dan apakah Bapak sudah di surga?

Haha, aku tidak tahu apakah aku harus senang atau sedih karena kehilangan seorang paman tua. Aku pikir aku hanya menyimpan perasaan terlalu banyak sampai akhirnya aku kehabisan waktu. Atau waktu untuk itu memang tidak pernah ada untukku? Waktu memang sebuah jarak yang menjaga.

Aku hanya senang bahwa akhirnya aku bisa menulis ini. Bahwa aku telah sadar tidak ada yang salah dengan sebuah kepergian, kecuali atas apa-apa yang tidak bisa lagi dibawa. Tapi betapa manusia sangat-sangat beruntung karena mereka punya surat-surat terbang bernama doa. Itu lumayan, daripada hanya merasa gelap, mengerikan, dan sendirian. Lagi pula itu mendekatkan, entah kita menyadarinya atau tidak. Setidaknya kita sudah mendekat, setidaknya kita sudah punya waktu untuk membungkam perasaan bernama rindu.

Senin, 28 November 2022

Review Buku "Aku Bersaksi Tiada Perempuan Selain Engkau"

Ini deadline buku bacaan pertama yang aku selesaikan sebagai pembuka tahun baru ini. Sengaja ngide begini karena sengaja mau nge-challenge diri sendiri biar rajin baca lagi. Haha.

Niatnya mau baca tiap pagi satu judul. Eh tapi ternyata aku lengah dan tiba-tiba nyampe di halaman terakhir. Baca buku ini bikin hati ketagihan berbunga-bunga.

"Katakan 'aku mencintaimu', agar tampangku kian menawan
sebab tanpa cintamu aku tidak bisa tampan
katakan 'aku mencintaimu' agar jemariku
menjelma emas dan keningku menjadi lentera
katakan 'aku mencintaimu', agar tuntas aku berubah menjadi gandum atau kurma
sekarang katakanlah, jangan ragu
beberapa cinta tak suka menunda"
(Aku Bersaksi Tiada Perempuan Selain Engkau, Hal : 72).
Itu seperti seseorang benar-benar memujaku. Seperti seseorang benar-benar punya cinta yang begitu besar untukku. Seperti itulah aku bersaksi tiada lelaki selain dia, selain dia, selain dia. Ya, tentu saja aku tidak sedang meracau.

Buku ini bukan novel, tapi kumpulan puisi karya penyair arab bernama "Nizar Qabbani" yang diterjemahkan "Musyfiqur Rahman". Judul aslinya adalah "Asyhadu An La Imraata Illa Anti". Di dalamnya tertulis teks bahasa arab asli lengkap dengan terjemahannya. Tiap lariknya mengistimewakan perempuan. Sajak demi sajaknya penuh cinta. Kalian tentu harus membaca ini wahai pecinta sastra romance.

Selamat membaca.

Jumat, 18 November 2022

Review Buku "Seribu Kisah, Sebuah Kasih"

"Mencintai dan dicintai adalah kesedihan yang sama...Kita mencintai bukan sekedar untuk dicintai-kita mencintai oleh sebab kita ingin dan sanggup untuk mencintai orang tersebut.... Meskipun tidak melulu hal indah yang datang, semoga kita bisa kerap jatuh cinta, berulang-ulang.... (Seribu Kisah, Sebuah Kasih, Hal: 136).

Ini adalah halaman favoritku. Halaman pembuka bagian akhir dari buku ini. Buku yang berisi banyak cerita pendek tentang hubungan antar manusia. Buku yang menyimpan banyak kisah cinta. Yang diam-diam, yang terang-terangan, yang hati-hati, yang sembrono, yang tidak sengaja, yang bertepuk sebelah tangan, yang tidak menyadari, yang bahagia, yang tidak bahagia, yang diantara itu semua, aku tidak peduli bagaimana. Karena perjalanan-perjalanan telah banyak tertulis juga terbaca, dan aku telah berhasil menjadi salah satunya. Ah senangnya menjadi manusia. Agak aneh, tapi aku menikmatinya. Ya meskipun itu berjalan sedikit demi sedikit.

Hubungan antar manusia memang tidak ada yang pasti. Tidak akan ada rumusnya. Tidak juga bisa diterka-terka. Kalau endingnya bahagia, ya selamat. Kalau ternyata tidak, ya selamat juga. Setidaknya semuanya pernah ada, bahkan dititik dimana orang lain tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya. Kita semua sudah sama-sama tahu, baik saja tidak cukup untuk menjadikan sesuatu jadi pas. Dan begitulah hari-hari berjalan. Selalu mengalir ke segala arah. Kita hanya perlu tahu bagaimana arah arusnya, juga bagaimana cara menikmatinya.

Megah bukan?

Sabtu, 29 Oktober 2022

Review Novel "Di Tanah Lada"

"Jadilah anak kecil barang sebentar lagi. Lebih lama lagi," katanya. "Bacalah banyak buku tanpa mengerti artinya. Bermainlah tanpa takut sakit. Tonton televisi tanpa takut jadi bodoh. Bermanja-manjalah tanpa takut dibenci. Makanlah tanpa takut gendut. Percayalah tanpa takut kecewa. Sayangilah orang tanpa takut dikhianati. Hanya sekarang kamu bisa mendapatkan semua itu. Rugi, kalau kamu tidak memanfaatkan saat-saat ini untuk hidup tanpa rasa takut." (Di Tanah Lada, Hal:197).

Buku ini mengisahkan tentang seorang Ava. Gadis kecil umur 6 tahun yang bertemu dengan P (anak kecil berumur 10 tahun) setelah kepindahannya ke rusun nero bersama kedua orang tuanya. Ava dan P, mereka senasib tapi tidak sama. Keluarganya sama-sama berantakan, tapi mereka tumbuh di lingkungan yang sangat berbeda sebelum akhirnya mereka bertemu di rusun nero. Dari sinilah perjalanan mereka bermula. Tragis, tapi penuh warna. Lucu, tapi memprihatinkan. Sederhana, tapi mengaduk-aduk. Pahit, tapi begitulah realita.

Itu adalah tentang bagaimana mereka menatap dunia dengan cara yang berbeda. Tentang bagaimana mereka  menerjemahkan diri menjadi orang dewasa dengan cara berfikir khas anak kecil. Tentang bagaimana mereka tumbuh menjadi anak-anak yang skeptis dan berhenti percaya pada hal-hal baik. Tentang bentuk emosional anak kecil yang tumbuh di dalam rasa sedih dan lelahnya mental. Mereka sedih, marah, bimbang, bingung, sendirian, tapi sesungguhnya mereka tidak membenci. Mereka hanya merindukan kasih sayang yang tidak mereka dapatkan dari orang tua mereka.

"Karena belajar jadi mama yang baik itu sulit, Ava," kata Mas Alri. "Jadi mama, jadi papa... dua-duanya susah." (Di Tanah Lada, Hal:197).

Ya, jadi manusia memang susah. Jadi lumba-lumba juga susah. Jadi bintang di langit juga. Apalagi jadi laut. Dingin, hitam, dan menelan Ava juga P.

Seseorang sungguh perlu membaca ini, untuk belajar lebih lagi tentang bagaimana menjadi seorang dewasa yang benar-benar dewasa dan bisa jadi rumah untuk anak-anak terutama untuk anak kecil di dalam dirinya.

Itu memang susah, tapi mari terus kita coba.

Rabu, 05 Oktober 2022

Review Buku "Jika Kita Tak Pernah Jatuh Cinta"

"Jangan tergila-gila dalam mencintai. Jangan tergila-gila dalam membenci. Jangan tergila-gila dalam mengagumi. Jangan tergila-gila pada apapun di dunia ini. Dunia fana. (Jika Kita Tak Pernah Jatuh Cinta, Hal : 210).

Memang tidak ada yang lebih menjaga dari pada mencukupkan semuanya. Tidak hanya tentang mencintai, tapi juga tentang bagaimana menerima cinta dan tidak melakukannya. Tidak hanya tentang asmara, tapi juga tentang harapan, bunga yang mekar, pohon yang layu, dan sesuatu yang abu-abu. Tidak hanya tentang kita yang seharusnya sudah dewasa, tapi juga tentang anak kecil yang masih dan akan terus tumbuh di masing-masing diri kita.

"Jika Kita Tak Pernah Jatuh Cinta" adalah sebuah buku tentang orang-orang yang jatuh cinta, bermasalah, patah hati, menyesal, bangkit lagi, dan banyak kemungkinan lagi.

Buku ini berisikan sesuatu tentang cinta. Yang tidak direstui, yang diam-diam, yang terhalang jarak, yang hilang kendali, juga yang kehilangan diri sendiri.

Buku ini mengingatkan kepada kita semua bahwa tidak ada yang lebih penting dari cinta selain bagaimana cara menemukan konsekuensi dari cinta itu sendiri. Bahwa segala sesuatu selalu tampak lebih indah dari kejahuan, saat kita belum memilikinya. Bahwa dalam kondisi yang demikian, semakin banyak yang kita beri, maka semakin banyak pula kita merugi. Bahwa keselamatan hati adalah poin pentingnya. Bahwa dia adalah lelaki yang baik dan kau adalah gadis yang tahu batasnya.

"We're better than love. Jangan biarkan cinta menginjak-injak kita." (Jika Kita Tak Pernah Jatuh Cinta, Hal : 59).

Rabu, 07 September 2022

Review "Lelaki-Lelaki Tanpa Perempuan"

"Begitulah arti kehilangan seorang wanita. Dan ada kalanya kehilangan seorang wanita berarti kehilangan segala wanita. Dengan demikian kami menjadi-jadi lelaki-lelaki tanpa perempuan." (Lelaki-lelaki Tanpa Perempuan, Hal 261).

Begitulah seorang Murakami menggambarkan sekian banyak emosi dan perasaan yang begitu nelangsa dari beberapa lelaki yang ditinggalkan perempuannya.

"Lelaki-lelaki Tanpa Perempuan" adalah sebuah novel yang terdiri dari 7 cerita pendek tentang seorang lelaki yang ditinggalkan perempuannya. Seseorang ditinggalkan karena relasi yang menggantung. Seseorang lainnya ditinggalkan karena pengkhianatan. Seseorang lainnya ditinggalkan karena terputus maut. Seseorang lainnya ditinggalkan karena permainan. Seseorang lainnya tidak sadar dirinya telah jatuh cinta. Seseorang lainnya menjalin hubungan tanpa status. Seseorang lainnya memilih mati. Seseorang... hanya bernasib serupa tapi tak sama. Mereka berhubungan, kesepian, kehilangan, kebingungan, tapi seperti hanya begitu. Menerima segala sakit hati dan kesendirian.

"Begituan susah ya?" tanyanya

"Begituan bagaimana?"

"Maksudku, tiba-tiba harus seorang diri padahal sebelumnya selalu berdua"

"Kadang-kadang" kataku jujur.

(Lelaki-lelaki Tanpa Perempuan, Hal 66)

Tapi itu tidak seberapa daripada kata Pak Kafuku, bahwa...

"Yang paling sulit bagiku daripada apapun" ujar Kafuku, "adalah kenyataan bahwa aku sebenarnya tidak pernah bisa memahaminya-atau setidaknya bagian yang barangkali penting dari dirinya. Dan, kini ia sudah tiada, mungkin takkan kupahami selama-lamanya. Ibarat lemari besi kecil keras yang ditenggelamkan ke dasar laut dalam. berpikir begitu, dadaku terasa sesak" (Lelaki-lelaki Tanpa Perempuan, Hal 34).

Waw, agak sakit. Tapi Takatsuki juga sangat mewakiliku.

"Tapi Pak Kafuku, apakah mungkin bagi kita untuk sepenuhnya memahami seseorang? Walaupun kita mencintai orang itu dalam-dalam?" (Lelaki-lelaki Tanpa Perempuan, Hal 34).

Sebuah titik buta. Sebuah bukti kehidupan. Ya, setidaknya semua (pernah) ada.

Selasa, 02 Agustus 2022

Review Novel "Tuhan Maha Asyik"

Buku ini adalah kumpulan dialog bocah yang diperuntukan untuk orang-orang yang mau lebih mengenal lagi siapa Tuhan-Nya. Di setiap babnya ada saja bahasan yang seperti tidak disadari tapi sengaja menyentil. Ya, menjadi mitra kerja Tuhan memang susah-susah gampang.

Mengenal berarti menyatu. Menyatu dengan Tuhan berarti melakukan kebaikan dalam hidup. Dan percaya kepada-Nya adalah meliputi segalanya. Begitulah Tuhan hadir pada setiap ruang dan waktu. Begitulah kita kembali merasa dekat kepada-Nya, dengan cara selalu mengingat-Nya. Begitulah kita harus selalu mengenali diri sendiri agar akhirnya bisa mengenal-Nya. Ini bukan lagi rahasia, tapi Tuhan dan kita memang ada untuk mencintai dan dicintai.

Agama itu hening. Begitulah perjalanan asyik itu sudah dan masih kita lalui. Agama adalah sebuah ruang, tempat segala kebaikan mengalir. Tapi akhir-akhir ini, orang-orang seperti mengubahnya sebagai paguyuban tempat darah-darah tumpah. Aku tidak berfikir aku tidak pernah melakukan ini, tapi memandang diri sendiri baik juga kadang menyakiti orang lain. Padahal ukuran iman bukan hanya dari itu.

"Tuhan hanya menginginkan manusia selalu mencintai dengan kesadaran dan manghilangkan kecurigaan dan kebencian" (Tuhan Maha Asyik, Hal : 234).

Yang penting kita jujur kepada diri sendiri. Yang penting kita beribadah dengan hati yang tulus. Sebab beragama baru dikatakan benar, jika kita mampu mengendalikan diri agar tidak menyakiti orang lain.

Ya begitulah kira-kira. Hidup ini adalah sebuah panggung. Kehidupan adalah sebuah drama. Dan kita adalah lakon yang melengkapinya. Jadi santai saja, karena hidup ini memang tempatnya peran-peran serius dan kepura-puraan dilakonkan.

Selamat mencintai Tuhan lebih dalam, para co-worker Tuhan.

Jumat, 08 Juli 2022

Review Novel "Cantik Itu Luka"

"Seperti apakah rasanya mati?" tanya Kyai Jahro.
"Sebenarnya menyenangkan. Itulah satu-satunya alasan kenapa orang mati tak ada yang kembali."
"Tapi kau bangkit kembali" kata sang kyai.
"Aku kembali untuk mengatakan itu"
(Cantik Itu Luka, Hal 24)

Begitulah cerita di novel ini bermula. Adalah tentang Dewi Ayu, seorang wanita cantik keturunan Indo-Belanda yang lahir dari persetubuhan sepasang saudara tiri dan hidup menua sebagai seorang pelacur yang berharga diri tinggi. Dia mempunyai 4 orang anak perempuan. 3 orang secantik dirinya dan 1 orang seperti yang dia harapkan. Dia mati dihari ke-12 setelah berhari-hari menyelimuti dirinya dengan kain kafan karena dia memang sudah menunggu kematiannya. Itu adalah semenjak anak bungsunya lahir dan dia menamainya dengan nama "Cantik". Tapi 21 tahun kemudian dia bangkit dari kuburnya. Dan demikianlah kutukan dan tragedi kehidupan keluarganya mulai terkuak. Silsilah keluarganya sangat ngawur. Benar-benar semrawut. 

Novel ini berlatar waktu pada zaman kolonial Belanda sampai pasca kemerdekaan. Latar tempatnya ada di sebuah kota fiktif, absurd, amoral, mistis, dan cukup gila, bernama "Halimunda" yang terletak di Selatan Pantai Jawa. Alurnya maju mundur. Genrenya romantis, sejarah, dan realisme magis. Kelengkapan nuansanya jempol. Horror, komedi, politik, romansa, psikopat, dan seks. Itu benar-benar seru, meski beberapa hal memang tergolong saru.

Bagaimanapun, aku senang bisa menyelesaikan bacaan ini. Akhirnya selesai juga menghabiskan jatah sakit kepala selama berminggu-minggu. Akhirnya aku telah sampai di pengakuan keempat. 

"Sebab cantik itu luka". (Cantik Itu Luka, Hal : 505)

Ya, cantik itu luka.

Jumat, 06 Mei 2022

Review Novel "Laut Bercerita"

Rabu, 11 Mei 2022, pukul 19.45 WIB.

Menutup halaman terakhir novel "Laut Bercerita" karya @leilachudori dengan sesenggukan dan beberapa halaman yang basah.

"Matilah engkau mati
Kau akan lahir berkali-kali...."
(Laut Bercerita, Hal:1).

Begitulah Leila membuka sebuah prolog. Mendebarkan, aku sudah mulai ketakutan.

Novel bergenre hostorical ini bercerita tentang seorang Biru Laut Wibisono (mahasiswa sastra inggris UGM), yang selanjutnya bersama teman-temannya di Yogyakarta tergabung dalam organisasi Winatra (sebuah organisasi yang membela rakyat kecil dan menentang rezim orde baru demi menegakkan demokrasi). 

Digambarkan dengan 2 sudut pandang yang berbeda, novel ini mengangkat isu tentang desaparecidos (penghilangan paksa), kekejaman, dan pengorbanan.

Membaca novel ini, kita seperti diajak menengok kembali ke tahun 1998, masa yang begitu pahit di mana kebebasan berpendapat dibungkam rapat, penuh keputusasaan, dan perasaan yang sia-sia.

Novel ini begitu apik menceritakan tentang aktivitas laut dan teman-teman Winatra, persahabatan, aksi-aksi, romansa, pengkhianatan, dan pembunuhan. Novel ini berisi tentang sejarah, juga kehangatan keluarga, perjuangan, pengkhianatan, dan ketidakpastian.

Aku sungguh telah membaca penuh kisahmu Laut. Seperti Asmara, Anjani, dan mereka yang akhirnya rela melepaskanmu dan 12 orang temanmu yang sampai sekarang masih hilang, aku juga kehilanganmu, kehilangan sesuatu yang sangat biru. Sungguh hidup ini terlampau singkat, tapi terimakasih karena sudah mengisi itu dengan sepenuh yang kamu inginkan.

Kematianmu yang berkali-kali itu biar jadi sesuatu yang hidup Laut. Perjuanganmu yang sempat dipaksa usai itu biar jadi sesuatu yang berlanjut entah dalam bentuk apa.

Aku hanya sudah senang bisa mendengarmu menjadi semakin membiru. Ah Biru memang seindah itu. Aku suka biru. Aku suka Biru Laut Wibisana.

#LautBercerita #MenemukanLaut #BacaBukuSejarahBareng 

Selasa, 05 April 2022

Review Buku "Seni Memahami Pria"

"Dasar lelaki. Mereka semua sama. Gila atau waras, tetap saja mereka laki-laki." -Cornelia Funke. (Seni Memahami Pria, Hal : 146).

Sebagaimana wanita, pria juga senang berbicara. Dan sebagai lawan bicara, siapapun dia, perlu berusaha untuk mendengarkannya. Tapi siapa yang peduli jika ternyata pria adalah makhluk hidup pertama yang mengenakan sepatu hak tinggi di Eropa pada tahun 1600-an? Alih-alih mencari tahu, aku lebih bingung jika ternyata pria menyebut wanita sebagai makhluk yang sulit dimengerti. Padahal wanita terhadap pria juga sama. Kecuali jika masing-masing sudah paham akan diri sendiri. Jadi, ya ini memang membingungkan.

Buku ini adalah kumpulan asumsi-asumsi yang entah bagaimana ketika dibaca bisa jadi berguna atau mungkin sebaliknya. Semua tergantung kepada kita yang membaca dan siapa pria yang kita hadapi.
14 bab ini cukup sekali menyita waktu-waktu yang dipaksa luang. Kadang menemukan sekian lembar diantaranya bisa mencerahkan, kadang sebaliknya, kadang bahkan rasanya abu-abu. Haha, sudah kubilang, sensasi itu kita yang cipta.

Jadi.........

"Jika anda ingin hidup bahagia dengan laki-laki, anda harus banyak memahaminya dan sedikit mencintainya. Jika anda ingin berbahagia dengan perempuan, anda harus lebih banyak mencintainya dan jangan coba-coba memahaminya" - Helen Rowland. (Seni Memahami Pria, Hal : 148).

Ya, selamat menjadi versi terbaikmu.

Selasa, 08 Maret 2022

Selamat Hari Perempuan Sedunia

Jadi perempuan itu susah-susah gampang. Jadi laki-laki juga. Atau bisa jadi malah lebih berat. Tapi sekali lagi hidup ini hanya perkara sawang sinawang. Kita memandang sesuatu itu baik juga menyenangkan, tapi ternyata tidak. Atau malah sebaliknya. Ya, tapi mari ingat lagi bahwa kita bukan seseorang yang kita kira seberuntung itu untuk merasakan sesuatu yang kita jelmakan sebagai asumsi.

Jadi perempuan itu banyak limitnya. Hah? Maksudku diskriminasi dan stigma-stigma tentangnya banyak jelmanya seperti hantu. Orang-orang suka memandangnya sebelah mata. Bahkan jika mereka adalah perempuan itu sendiri. Pikiran-pikiran lama berbentuk lingkungan tempatnya berada sudah sebegitu jahat membentuknya. Padahal jika ada sedikit saja percaya dan dukungan, seorang perempuan  bisa tumbuh menjadi yang lebih baik, lebih banyak, lebih ada, bahkan lebih dari yang sekedar sekitarnya bayangkan.

Jadi perempuan itu berharga. Ya, tentu saja kita akan menjadi sesuatu atau mungkin saja tidak. Tapi yang pasti, kita benar-benar akan berproses. Proses yang penuh makna, yang bahkan tidak kita sadari itu, tapi orang-orang bahkan akan lebih senang membacanya. Ya, orang-orang yang kadang hanya menggunakan sebelah matanya itu. Waw, ini sangat-sangat menyenangkan, bahkan jika ternyata kita hanya akan menjadi langit senja yang merah muda.

Jadi perempuan itu tidak harus sempurna, yang penting kita nyaman menjalaninya. Karena kita berhak menjadi siapa saja. Kita berhak berada dimana saja. Kita berhak melakukan apa saja. Kita berhak menjadi bahagia. Kita berhak jadi hebat menjadi kita. Jadi mari kita nikmati hari-hari kita sepenuhnya.

Ya, selamat hari perempuan sedunia.
.
.
#kamuberhargaRG #IWD2022 #BreakTheBias #hariperempuansedunia

Jumat, 04 Maret 2022

Review Novel "Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya"

"Kamu akan tahu sendiri siapa dirimu. Nikmati saja peranmu, Mat. Itu anugerah. Bisa jadi peranmu harus menderita. Bisa jadi kamu ditetapkan sebagai raja. Bisa jadi karaktermu hanya menjadi pembenci dan pendusta." (Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya, Hal: 69).

Begitulah tutur Cak Dlahom kepada Mat Piti usai ketidakberdayaan Cak Dullah di cerita "Wayang yang Memuji Diri Sendiri".

Cak Dlahom, seorang tokoh utama yang istimewa di buku ini. Dia sinting tapi tidak. Dia pintar tapi tidak. Dia bodoh, tapi juga tidak. Cuma kadang bikin geregetan dan tentu saja gila. Tapi di setiap tingkah absurdnya, Cak Dlahom selalu menyampaikan peringatan-peringatan kecil tentang bagaimana cara orang-orang memahami islam, tentang bagaimana hidup beragama, hidup bermasyarakat, juga tentang ibadah-ibadah yang sudah mereka lakukan. Apakah sudah benar-benar karena Allah atau hanya demi mendapat pujian dari orang lain.

Buku ini menceritakan tentang kehidupan orang-orang di kampung Ndusel. Kehidupan yang sederhana dan sangat-sangat relate dengan kehidupan orang-orang pada umumnya. Yang kadang peduli, yang kadang rajin beribadah, yang kadang tersinggung, yang kadang putus asa, yang kadang lupa bersyukur, yang kadang merasa benar padahal tidak, yang kadang kebingungan, yang kadang sombong, yang kadang keras, yang kadang lupa bahwa berwudu yang sebenarnya adalah memberi maaf. Bukan hanya menyejukkan muka. Bukan.

Buku ini bacaan yang sederhana tapi syarat akan makna. Buku ini buku islami yang bertema komedi. Buku ini rumah yang baik. Cak Dlahom pasti cekikikan mengetahui ini sambil terus menggumam

"...manusia itu hanya bisa mengaku-aku ada. Mengaku-aku bisa berbuat. Mengaku-aku punya nama. Mengaku ini itu. Tapi, semua hanya pengakuan karena mereka sebetulnya tidak ada dan tidak tahu kalau tidak ada". (Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya, Hal: 173)

Selasa, 15 Februari 2022

Review Novel "Waktu untuk Tidak Menikah"

"Kadang-kadang, memang selalu ada waktu untuk tidak berkasih. Untuk tidak bercinta, untuk tidak menikah. Lagi pula, kisah cinta yang melulu indah itu kata siapa?" (Waktu untuk Tidak Menikah, Cover belakang).

Waw, sebuah ringkasan ciamik. 14 cerita pendek dengan seorang perempuan sebagai tokoh utamanya. Isu-isu sosial melenggang begitu mulus di dalamnya. Suguhan kisah-kisah yang menyentil akan membuka mata kita untuk menyadari lagi dan lagi bahwa dalam hubungan tidak akan ada yang baik-baik saja. Kadang patah hati itu ada. Juga perpisahan yang dianggap baik tapi tetap saja menyiksa. Belum lagi ingatan lama yang mencuat tiba-tiba. Tentang mimpi yang mau tidak mau terkubur begitu saja. Dan kita yang tetap dipaksa bertahan meski sekedar untuk melanjutkan peran sebagai manusia.

Ya, begitulah. Memilih menikah atau tidak, menikah cepat atau nanti, resiko hidup tetap akan membuntuti. Menuju pernikahan itu tidak mudah. Menghabiskan perjalanan menujunya juga lebih tidak mudah. Beberapa orang berhasil melakoninya sampai garis akhir. Beberapa lagi terpaksa bertahan. Beberapa sisanya saling melepaskan. Satu ke persimpangan sebelah kanan, satu ke sebelah kiri, satu lainnya tersesat diantaranya. Beberapa meratap menyesali yang sudah-sudah. Beberapa lagi melamun membayangkan yang (belum tentu) indah. Tapi persetan dengan apa saja yang menjadikan hati menjadi sempit, sekali lagi kita hanya perlu ingat lagi bahwa saling mencintai memang tidak pernah sesederhana itu. Kita perlu jadi beruntung untuk ada di waktu dan di ruang yang tepat.

Dan untukku dan siapapun yang belum menemukan tempat untuk berlabuh:
"Segala kemungkinan bisa terjadi. Asal kau tahu, kehidupan rumah tangga lebih berat jutaan kali lipat. Kau harusnya menghemat air matamu." (Waktu untuk Tidak Menikah, Hal: 126)

Selasa, 08 Februari 2022

Review Novel "Perempuan di Titik Nol"

"...Saya tidak lebih dari seorang pelacur yang sukses, dan tak jadi betapapun suksesnya seorang pelacur, dia tidak pernah dapat mengenal semua lelaki. Akan tetapi, dengan setiap lelaki yang saya pernah kenal, saya selalu dihinggapi hasrat yang kuat untuk mengangkat tangan saya tinggi-tinggi dan menghantamkannya ke muka mereka. Tetapi karena saya takut, saya tak pernah mengangkat tangan saya. Rasa takut telah menyadarkan saya bahwa gerakan ini sulit dilakukan...."
(Perempuan di Titik Nol, Hal : 170). 

Ya, begitulah kisah seorang Firdaus. Seorang perempuan Mesir yang menjadi korban budaya partriaki. Seorang perempuan yang berkali-kali merasa muak dan putus asa di hidupnya.

"Perempuan di Titik Nol" adalah wujud dari kritik pedas yang disampaikan oleh Nawal El-Saadawi lewat kisah seorang Firdaus. Si pelacur kelas atas yang menjadi narapidana dan berakhir dengan hukuman mati karena sudah membunuh seorang germo. Dibalik sel penjara, Firdaus menceritakan  lika-liku kehidupanya yang begitu memilukan, keras, dan deras. Dimulai dari masa kecilnya, keberhasilannya menjadi seorang pelacur yang mahal di negaranya, bagaimana dia bisa berada di tempat yang digunakannya untuk menceritakan kisahnya ini, dan tentu saja dengan perjalanan panjang tentang bagaimana dia akhirnya mati.

Ironis. Hidupnya bahkan sudah hancur semenjak usia kanak-kanak. Ayahnya yang sering membiarkannya dan ibunya menahan lapar karena kehabisan makanan dan memperlakukannya bak seorang raja. Pamannya dan teman kecilnya yang sudah merenggut keperawanannya. Suaminya yang kasar dan mungkin seperti ayahnya. Bayoumi, Syarifa, Fawzi, Di'aa, Ibrahim, germo yang telah dibunuhnya, dan pangeran dari kerajaan sebagai pelengkapnya. Orang-orang itu awalnya berkata ingin menyelamatkannya, tapi malah hanya berakhir dengan memeras tubuhnya. Lagi dan lagi. Berulang terus sampai akhirnya dia selesai di hukuman gantung itu. Bukan, bukan berarti karena dia tidak bisa melakukan sesuatu untuk selamat dari hukuman mati itu. Hanya saja dia tidak mau. Dia bahkan menolak grasi kepada Presiden dan malah menyambut dengan senang dan tenang hukuman itu. Manurutnya begitulah kebebasan yang sebenar-benarnya akan ada.

"Saya tahu sekarang bahwa kita semua adalah pelacur yang menjual diri dengan macam-macam harga, dan bahwa seorang pelacur yang mahal jauh lebih baik daripada seorang pelacur yang murahan." (Perempuan di Titik Nol, Hal : 125).

Ya, Firdaus telah mati. Tapi keberanian dan kisahnya masih ada, terus ada, dan selamanya ada. Dia masih dan akan selamanya hidup di dalam diri kita yang sedang melawan kekuatan yang merampas hak manusia untuk hidup, untuk bercinta, dan menikmati kebebasan yang nyata.

Selasa, 01 Februari 2022

Review Buku "Filosofi Teras"

Buku ini bukan buku terbaik yang aku punya. Tapi buku ini termasuk salah satu buku yang punya andil baik untuk membantuku menjadi lebih baik. Meski butuh 2 bulan lamanya untuk menyelesaikan buku ini, tapi aku bersyukur bisa menyelesaikannya diantara badai-badai kehidupan yang datang.  Sehingga banyak kehilangan, membuat jiwaku lumayan tegar. Ya, lumayan tegar. Karena setegar apapun, rasanya angin kesedihan itu akan tetap ada. Ah tapi tenang saja, aku sudah lebih bisa menikmatinya.

Buku ini ditulis oleh Henry Manampiring. Berisi tentang filsafat yunani-romawi kuno dengan pendekatan filosofi STOA yang membantu kita mengatasi emosi negatif dan menghasilkan mental yang tangguh.

Buku ini mengenalkanku dengan seorang kaisar baik bernama Marcus Aurelius, pilot pesawat tempur Angkatan Laut Amerika bernama Jamea Stockdale yang lama jadi tawanan perang, seorang Henry Manampiring, dan banyak narasumber yang takjub pemikirannya. Sebuah buku yang menjelma sebagai way of life.

Filosofi STOA atau yang familiar disebut dengan Filosofi Teras menerangkan kepada kita bahwa kebahagiaan sejati datang dari apapun yang bisa kita kendalikan. Wujudnya bisa berupa pikiran, persepsi, dan segala pertimbangan yang kita punya. 

Buku ini mengingatkan kita akan pentingnya punya kendali atas diri kita sendiri. Seperti Epiktetos yang selalu berlatih memilah "apa yang tergantung padaku dan apa yang tidak bergantung padaku", seperti itulah seharusnya kita kepada diri kita. Supaya hilang penyakit jiwa. Supaya tenang jiwa kita dalam menjalani kehidupan yang ada di depan mata.

Rasanya dunia ini tidak akan terasa adil, jika memang tidak kita sendiri yang mengkondisikannya jadi adil. Keistimewaan inilah yang dimiliki oleh Stoisisme, bahwa kita diajarkan untuk tidak hanya menerima, tapi juga menikmati setiap perjalanan kehidupan. Inilah yang bisa menjadikan kita bertahan waras.

Akhirnya, aku bahagia hidup sebagai prokopton. Menapaki jalan sebagai seorang yang berusaha menjadi lebih baik lagi.

Dan inilah review-ku tentang buku ini. Kamu udah baca buku ini? Yuk share hasil review-mu.

Surat Kepada Siapapun yang Sedang dan Masih Merasa Kehilangan

Dear Everyone, I know it's not easy. I also won't know how heavy your burden is. Tapi guys, hidup harus tetap berjalan....