Sebagian basa-basi kehidupan dunia dengan pernak-pernik rasa apa saja yang telah terjadi sesuai dengan garis takdir Yang Maha Kuasa
Jumat, 16 Oktober 2020
"Pukul 10 Malam"
Minggu, 27 September 2020
Tanda Tanya Di Meja Kerja
"Kalau kalian dikasih kesempatan bisa balik ke masa lalu, kalian pengen balik ke umur berapa dan kenapa?"
"Hidup ini kepalang bajingannya ya ma?"
Haha kalau aku menanyakan itu kepada mamaku, pasti dahinya langsung mengeryit dan tentu saja diakhiri dengan mengiyakan pertanyaanku. Mungkin juga mama akan berkata "sangat, apalagi siapa, siapu, siapi, dan sia-sia lain yang sudah menjadikannya kokoh berdiri seperti sekarang. Mamaku kuat, meskipun keras. Mamaku sayang, meskipun hidupnya kepalang malang. Mamaku hebat, meskipun sering mengeluhkan asam urat.
Kadang aku juga bertanya, bagaimana cara menemukan bahasa cinta seorang perempuan? Aku merasa belum juga bisa menemukannya. Mencari ditubuh mama aku melihat banyak luka, mencari ditubuh teman-teman aku merasa rumit, mencari ditubuh sendiri aku seperti terperangkap dalam sebuah labirin.
Tidak tersentuh, tapi bekasnya terasa menyeluruh. Berlari jauh sampai ke antah berantah, aku hilang diantara kabut amarah. Terjatuh begitu dalam, aku tergilas putaran waktu. Bahagiaku direnggut, diganti dengan luka yang akhirnya menjadikanku tersudut.
Tapi ma, apa kabar rambut panjangku? Aku lucu sekali ya kepangan dikuncir satu? Baju warna warni, tas gendong, dan botol minum. Ah tapi mama tetep juara satu menjagaku. Makasi ya ma.
Selasa, 04 Agustus 2020
Hadiah Kebenaran Yang Tidak Kusuarakan
"Bodo amat moo nulis gini doang nggak kelar kelar hiksss"
Begitulah judul draft terakhir yang kubuat untuknya. Sebuah draft yang
akhirnya kuubah lagi isinya menjadi lebih, emhhh aku berharap itu bisa jadi
lebih sederhana. Tapi kelihatannya tidak juga, aku pikir aku hanya membuatnya
lebih cepat selesai terbaca. Ya, begini lebih baik.
Harusnya ini
bisa sampai kepadanya lebih cepat. Tapi ya dipikir-pikir, sebenarnya aku hanya
berusaha menjadikan semua ini menjadi tepat. Semoga saja besok pas aku berani,
aku tidak terlambat. Sebenarnya aku sudah mulai lelah, sudah hampir gila, tapi masih bisa
sumringah.
Aku tidak tahu
bagaimana cara memulai. Aku tidak tahu ini akan menjadi pantas atau tidak. Aku
tidak tahu apa ini, tapi aku pikir sudah seharusnya dia tahu. Aku tidak bisa
mengatakannya sebagai apa, tapi aku punya kebenaran yang tidak kusuarakan
kepadanya. Oh bukan tidak, aku hanya belum berani mengatakannya. Aku tidak bisa
memastikan ini akan menjadikan aku dan dia baik-baik saja setelahnya. Tapi aku
pikir, aku perlu begini untuk menjadikan diriku menjadi apa adanya. Akhir-akhir
ini suara hatiku berisik sekali, isi kepalaku jadi penuh, aku jadi susah
tenang.
Sudah lama aku tidak menyapanya. Sekedar menanyakan kabarnya. Padahal aku ingin sekali tahu bagaimana kabarnya. Aku ingin tahu cerita-ceritanya selama tidak denganku. Aku ingin tahu semua tentangnya. Apa yang dia suka, apa yang tidak dia suka, apa yang masih menjadi cita-cita, apa yang sudah menjadi nyata. Apapun itu, aku ingin tahu. Tapi ya sengaja tidak kulakukan. Mana mungkin aku sepercaya diri itu? Tapi ya sudahlah, sebenarnya aku hanya sedang mencari celah. Tapi kalau ternyata ini akan menjadi sesuatu yang salah, aku tidak akan menyesalinya. Tapi ya kenapa tidak kulakukan saja? Namanya juga usaha. Di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin bukan? Ya aku tidak terlalu percaya diri, tapi kan tidak ada salahnya mencoba. Maksudku memupuk percaya. Iya kan? Ya, begitu. Aku hanya ingin memberitahunya saja. Soal bagaimana setelahnya, aku belum terlalu memikirkannya. Aku hanya ingin bebas, aku hanya ingin jadi berani, aku hanya ingin merdeka, aku hanya ingin tetap menjadi aku yang banyak bicaranya, aku hanya ingin mengatakan segalanya, sejujur-jujurnya. Aku sungguh tidak bermaksud membuatnya menjadi terbeban. Aku juga tidak bermaksud membuatnya terkejut. Aku sungguh sudah mengupayakan datang kepadanya dengan hati-hati. Aku hanya mulai merasa kelelahan dan aku sudah ingin dia tahu tentang perasaan sialan ini. Sialan? Haha aku tidak menyangka akhirnya aku mengatakannya.
Tentang
kebenaran itu, sebenarnya aku tidak tahu persis semenjak kapan. Aku tidak tahu
bagaimana semua ini bisa terjadi. Aku tidak tahu dimana tepatnya. Aku tidak tahu
akan mengatakannya sebagai apa. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana, tidak
dengan bertanya, tidak juga dengan mencari jawabnya. Sudah lama tidak
bersua, tapi rasanya masih sama. Aneh, tapi ya gimana? Suka tiba-tiba ada. Aku
sungguh tidak sengaja merasakannya. Aku sungguh tidak berniat memulai ini
semua. Tapi ya tahu-tahu jadi terlanjur. Aku jadi bingung harus bagaimana.
Sejauh ini aku tangguh diam sendirian. Tapi akhir-akhir ini aku mulai
kuwalahan. Aku pikir memang sudah saatnya aku mengakui sesuatu kepadanya.
Mumpung aku dan dia masih sama-sama ada di bumi.
Aku ingat bincang malam setelah seleksi waktu itu. Gelap, dingin, ketakutan, terburu-buru, teledor, dan pincang sampai seminggu setelahnya. Haha sekarang sudah pulih, aku sudah bisa berjalan dengan normal lagi. Aku bahkan bisa lari-lari, melompat-lompat, dan melakukan apa saja yang aku mau. Tapi belum dengan datang ke arahnya. Wkwk pengecualian yang payah.
Malam
itu aku tidak sengaja menoleh ke belakang, melihatnya, tersenyum, tapi
tidak lama. Buru-buru kukembalikan pandanganku ke posisi awal lagi. Rasanya
langsung aneh, entah apa yang tidak beres denganku. Awalnya aku pikir ini hanya
kebetulan, tapi ternyata tidak. Tapi bukankah segala hal yang terjadi di
semesta ini sudah digariskan-Nya? Sejak malam itu, setiap berada
disekitarnya irama degup jantungku jadi berantakan. Aku sudah bilang, rasanya
aneh. Tapi aku kenapa? Ya mana kutahu. Segalanya begitu saja terasa tanpa
pernah memberikanku kesempatan bertanya “kenapa?”. Tega ya? Malam itu kupikir
aku baru saja jatuh. Rasanya luar biasa. Tidak sakit, tapi peningnya
berhari-hari dan tentu berkali-kali. Ya menyebalkan sekali terjebak dikondisi
begini.
Bertanya "apa,
kenapa"? Tanda tanyaku sia-sia. Tidak ada jawaban yang berhasil
menenangkanku. Akhirnya sejak malam itu, semua berjalan begitu saja. Tapi rasanya ketakutanku jadi 2x lipat lebih banyak. Isi
kepalaku selalu sibuk menerka-nerka. Seperti itu ceritaku. Sudah bertahun-tahun
aku berusaha lari, tapi aku pikir aku tidak ditakdirkan ahli dibagian ini.
Aku tidak bisa
menjelaskan dibagian mananya, ganteng sudah pasti. Siapa yang tidak tahu ini?
Ya, ini poin yang tidak berpoin. Mapan? Aku bahkan sudah lebih dulu jatuh
ketika seragam hitam putih masih sama-sama mengiringi perjuanganku dan
perjuangannya di rumah yang nyaman tapi banyak ricuhnya itu. Mungkin dari
suaranya atau mungkin hanya itu. Aku suka warna suaranya. Aku suka cara
bicaranya. Aku suka mendengarnya mengaji. Aku suka sekali. Dibeberapa
kesempatan aku mencoba menjadikan diriku biasa saja. Tapi tidak lagi bisa
setelah malam itu. Adakah yang tahu rasanya dibelai angin malam disepanjang
perjalanan menuju sabana Merbabu? Adakah yang tahu ketika tiba-tiba
kau dengar seseorang melantunkan beberapa ayat di bawah tarian bintang dan
sinar rembulan dimalam yang sedang lelah-lelahnya itu? Adakah yang
tahu betapa segala penat dan lelahku seketika hilang karena tiba-tiba
mendengar suara itu? Adakah yang tahu betapa aku pernah ingin
membawanya pulang dan menjadikannya tempat pulang? Adakah yang
tahu siapa saja yang menyadari semua itu? Aku pikir dia sendiri
tidak menyadarinya. Sebenarnya, aku juga tidak, tapi entahlah. Aku benar-benar
tidak tahu ada apa denganku. Tiba-tiba sesuatu muncul dibenakku. Kataku
“Mungkin suara ini yang akan selalu jadi obat dari
segala kekalutanku. Iya tidak si? Tidak apa iya si? Iya apa iya si? Nggak tahu.
Lihat nanti deh. Astagfirullah Astagfirullah Astagfirullah, aku kenapa?”
Lucu? Tidak
sama sekali. Suaranya biasa saja, tapi ya istimewa. Aku sering menirukan
gayanya. Kadang berhasil, tapi ya banyak tidaknya. Susah juga ternyata.
Aku tidak bisa
menyebut ini apa. Mungkin aku terkagum, atau entahlah. Sebenarnya aku juga
tidak ingin mengatakan apapun kepadanya. Ya, tentu saja aku malu. Tentu saja
aku tidak percaya diri. Tentu saja aku takut. Aku cantik tapi tidak terlalu.
Aku keras tapi cepat layu. Aku berisik tapi sepi. Aku utuh tapi terbelah. Aku
masih kuwalahan dengan egoku sendiri. Aku paham itu. Aku tahu aku jauh dari apa
yang menjadi impiannya. Aku tahu bisa saja dia mengidamkan yang lebih dariku.
Aku tahu aku mungkin masih jauh dari kata layak untuk bisa membersamainya. Ya
aku tahu, tidak seharusnya aku berpikir begitu. Aku pikir dia sudah jauh lebih tahu semua itu. Tapi ya sudahlah.
Sebenarnya
sudah sejak lama, semacam berpuisi dan menulis sajak tentangnya. Tapi ya belum
juga ada yang sampai kepadanya. Entah aku yang kurang berusaha atau memang dia
belum diijinkan untuk tahu. Entahlah, yang aku tahu sekarang jarak sudah
sebegitu teganya membentang. Aku dan dia sudah sama-sama jauh dan sama-sama
hampir hilang. Aku tenggelam dalam beberapa ketakutan, dan dia? Aku bahkan
tidak tahu dan sengaja tidak mencari tahu tentang itu. Sejak
awal aku tidak pernah mencari tahu tentangnya. Aku tidak pernah tahu
hobbynya, makanan favoritnya, cita-citanya, dan apapun tentangnya. Memang
sengaja tidak kulakukan. Biar saja, biar aku tidak semakin jatuh. Biar aku
jatuh pada apapun yang menjadi sebatas kutahu. Biar berjalan secukupnya saja.
Seperti ini kadang membuatku bertanya "jatuh macam apa yang kulakoni
dengan begini?"
Kau tahu? Bahwa
jatuh selalu membuat kita lebih baik dari sebelumnya. Jatuhnya jatuh yang
sebebas-bebasnya. Terlepas dari akhir yang akan bersambut atau malah sebaliknya.
Seperti itu aku menikmati jatuhku. Seperti itu yang kulakukan demi merasa dekat
dengannya. Menjadikan suaranya sebagai nada alarm, menari dengan kata-kata,
mengingat malam itu, memanggil-manggil namanya dalam bincang sendiriku,
berdialog dengannya dengan puisi dan sajak-sajak itu, juga melangitkan doa-doa.
Sementara ini cukup kulakoni. Setidaknya aku tidak harus datang kepadanya dulu.
Setidaknya rahasia ini tetap aman digenggamanku. Setidaknya dia akan jadi abadi
menjadi sajak-sajak amatirku.
Aku jadi ingin
meminta banyak maaf kepadanya. Maaf karena sudah sering tidak sengaja
mengandaikannya disela-sela lamunanku. Aku suka sekali mempertanyakan sekian
kemungkinan setelahnya, lalu menjawabnya dengan pemisalan-pemisalan yang
kuandaikan sendiri. Hanya sebentar, tapi berkali-kali terjadi. Kadang aku
berusaha menghindari ini. Tapi semakin pikiranku kuajak lari, malah semakin
jelas rasanya. Aneh ya, kubuka mata dia tidak ada, kututup mata bayangnya
serasa nyata. Haha. Semesta memang sering sebercanda itu ya. Sudah ada yang
mendekat juga kepikirannya masih dia. Jahatnya aku. Sedih.
Sekarang 2020
sudah datang lebih dari separuh. Kita hampir genap lagi untuk sampai ditahun
yang baru. Jadi, sudah berapa lama aku mengaguminya? Jadi, sudah berapa lama
aku terjebak dikondisi semenyebalkan ini? Jadi, sudah berapa lama aku menjadi
bisu dan berharap dia tahu tanpa perlu kuberi tahu? Jadi, sudah berapa draft
yang kubuat sampai akhirnya jadilah ini? Jadi, sudah berapa pendapat yang
kutimbang sampai akhirnya jadi berani begini? Jadi, kalau aku terlanjur
mengungkapkannya lebih dulu waktu itu, kira-kira akan secanggung apa ya aku dan dia
setelahnya? Haha aku benar-benar tidak berani membayangkan resiko berat yang
akan kutanggung setelahnya.
Aku hanya perlu
dia tahu apa yang pernah dan masih sesekali aku rasakan. Siapa tahu ada juga
yang perlu kutahu darinya. Aku hanya ingin membebaskan diriku dari kekacauan
yang telah dengan baik kurawat selama ini. Aku hanya ingin jujur kepadanya dan
tentu kepada diriku sendiri. Aku hanya ingin menyelesaikan ini. Aku tidak ingin
menjadikan ini hal kedua yang tidak bisa kuselesaikan. Aku hanya tidak ingin
menyesal karena tidak berhasil mengatakan ini kepadanya. Ini tidak mudah, tapi
sejauh ini aku telah berhasil melakukannya. Sudah lama sekali aku menahan diri
dan melaluinya dengan segala kegelisahan yang kurahasiakan sendiri. Aku senang
karena akhirnya aku bisa menjaga rahasia ini sendiri. Aku senang karena aku dan
dia baik-baik saja sampai saat ini. Aku senang karena sempat melihatnya senang.
Aku senang karena sempat setenang itu meskipun hanya bisa melihatnya atau
mendengar suaranya dari jauh. Aku senang akhirnya dia tahu apa yang
selama ini kurasakan. Aku senang akhirnya aku berhasil
mengutarakan. Tapi besok ya, kalau aku tidak kehilangan nyali dan kepercayaan diri.
Haha.
Segala awal akan menemukan akhir dan segala akhir akan menjadi sebuah awal. Begitulah kehidupan. Aku tidak ingin menebak akan seperti apa setelah menjadikannya tahu ini semua. Bagiku diam atau bicara, berjalan atau berlari, menujunya tetap akan menjadi yang beresiko bagiku. Pun kupendam atau kusampaikan, keadaan tidak akan bisa merubah kapasitasku menjadi seorang perempuan. Aku tidak pernah takut kehilangan dirinya sebagai apapun. Toh, semua hal punya masing-masing fasenya. Aku hanya takut tidak berhasil membuatnya tahu tentang ini semua. Karena jika setelah ini aku harus hilang dari dunianya, aku sudah lebih dulu melakukannya.
Ternyata
seperti ini ya rasanya menjadi pemendam yang lihai? Sebenarnya aku tidak rela,
tapi aku kan bukan siapa-siapa dan tidak berhak melakukan apa-apa. Aku hanya
tidak ingin dia jauh. Aku tidak ingin menjadikannya berbeda. Aku juga tidak
ingin membatasinya. Tidak dulu, tidak sekarang, dan tidak kapanpun. Dia berhak
dan memang seharusnya menjadi merdeka dengan cara terbaik yang dia punya. Aku
tidak ingin merebutnya dari siapapun. Tidak dari mereka, tidak dari siapapun,
tidak juga dari dirinya sendiri.
Tidak apa-apa
kalau ternyata dia tidak sama jatuhnya denganku. Bebas, yang penting dia sudah
tahu. Tidak ada yang salah dengan jatuh cinta. Tidak ada yang salah dengan
tidak menerima. Tidak ada yang salah dengan tidak diterima. Semua orang
berpeluang menemukan dan ditemukan. Tidak harus dia, tidak harus aku, tidak
harus. Ya, tidak harus.
"Puncak
kemerdekaan adalah pengetahuan tentang batas. Kita memang merdeka terhadap
rasa, tapi terbatas dalam mengharap balas.” Kata siapa, aku lupa. Aku tidak
bisa mengatakan ini semua telah mati. Aku hanya sudah berhasil menjadi terbiasa
melihatnya dari jauh. Aku tidak tahu apakah aku harus lari atau malah menyelami
ini lebih jauh lagi. Sejauh ini aku menikmati berada diantara yang kunikmati
sendiri. Aku tidak bisa mengatakannya sebagai apa. Kadang aku bahagia, kadang
juga tidak. Aku takut, entahlah. Aku sendiri tidak tahu takut karena apa.
Sudah sejauh
ini. Sudah sepanjang ini. Kata-kata bisa jadi tidak pernah berkata-kata. Tapi ketika berani itu mendekapku, semoga saja sudah tidak ada lagi
rahasia. Aku tidak akan keberatan kalau ternyata dia tidak lagi menghiraukanku setelah
ini. Aku sudah bilang, aku hanya ingin memberitahunya. Aku sudah bilang, dia
berhak jadi apa yang dia mau. Aku sudah bilang bahwa aku dan dia harus selalu
bahagia, entah bagaimanapun caranya.
Aku tidak akan menyesal pernah merasakan ini. Aku harap nantinya dia juga tidak menyesal pernah membaca dan akhirnya tahu mengenai ini. Aku akan menjadi lega, meski aslinya masih bingung harus bersikap bagaimana setelahnya. Aku tidak akan melupakan ini. Aku tidak berani mencobanya karena aku tahu itu tidak akan berhasil. Karena tidak akan pernah ada lupa yang benar-benar lupa. Begitukan?
Sekarang masih
belum jam 03.00 WIB. Tapi seperti biasa, suaranya sudah berhasil
membangunkanku. Rekaman 13 ayat pertama surat Ar-Rahman kirimannya
sekian tahun yang lalu itu, sudah jadi nada alarm di sepertiga malamku sejak
dia mengirimkannya untukku. Selancang itu aku. Tapi terimakasih banyak untuknya
karena sudah setiap hari membangunkan. Berkatnya malamku tidak pernah
sepi. Aku senang sekali bisa berdua dengan Yang Maha Mempertemukan. Meski
sesekali, belum usai meratap aku sudah lebih ketiduran lagi. Haha.
Sampai jumpa keberanian. Sampai jumpa lakon utama rahasiaku. Sampai jumpa kalian yang sudah membaca. Sampai jumpa semua.
Selasa, 19 Mei 2020
Review Buku : "Bicara Itu Ada Seninya"
"Bila ingin sukses, berbicaralah seperti orang sukses. Berbicaralah seperti orang yang Anda impikan. Berbicaralah dengan antusias dan bertingkah seolah Anda telah sukses. Mulai sekarang, berbicara sambil membayangkan bahwa Anda akan segera sukses, maka tak lama lagi impian Anda akan terwujud."
(Bicara Itu Ada Seninya, Hal : 46)
Kemudian beliau juga menjelaskan rumus terapi komunikasi yang bisa kita terapkan dengan mudah dalam kehidupan sehari-hari.
C = Q x P x R
Communication = Question x Praise x Reaction
Komunikasi = Pertanyaan x Pujian x Reaksi
Beliau menjelaskan bahwa dalam dialog, ada "aturan 1-2-3". Sekali berbicara, 2 kali mendengar, 3 kali memberi umpan balik.
Kemudian membahas juga tentang humor dalam berbicara. Bahwa humor adalah tentang timing. Bahwa kita bisa melatih rasa humor kita sendiri dengan menonton banyak drama atau pertunjukan komedi.
Beliau juga menjelaskan bagaimana trik untuk mengakhiri presentasi yang bisa menggerakkan hati audiens. Selain menggunakan ucapan persuasif, simpati, dan kalimat pembuka yang orisinil, beliau memberikan rumus mengenai pokok bujukan, yaitu:
P = P x S x TBujukan = Pukulan x Simpati x Sentuhan
Persuasion = Punch x Sympathize x Touch
Sering-seringlah berbicara, sebab aktif berbicara justru lebih baik. Karena hidup akan berubah dengan mengubah cara bicara. Tidak perlu takut menjadi bahan tertawaan. Tampillah secara sempurna sebagai diri kita yang apa adanya. Karena kita istimewa dengan apa yang kita punya dan kita tata.
Selamat membaca. Selamat berlatih menjadi pembicara yang hebat.
Salam Literasi.
Sabtu, 02 Mei 2020
Di Mana Tempat Pulang Ternyaman?
Salam Literasi
#Day (9)
#OneDayOnePost30HRDC
#WritingChallenge30HRDC
#30HariRamadhanDalamCerita
#BianglalaHijrah
Jumat, 01 Mei 2020
Welcome, Wonderful Mei
Rabu, 29 April 2020
Tentang "Menunggu"
Paham ya cah?
#Day (10)
#OneDayOnePOst30HRDC
#WritingChallenge30HRDC
#30HariRamadhanDalamCerita
#BianglalaHijrah
(Masih) Tentang Pertemuan dan Perpisahan
---------------------------
Salam Literasi
#Day (7)
#OneDayOnePost30HRDC
#WritingChallenge30HRDC
#30HariRamadhanDalamCerita
#BianglalaHijrah
Senin, 27 April 2020
Awesome Mood
"Ada kalanya diri ini sadar bahwa mengucap rindu itu......... tidak penting"
Digesek-gesek asyik, nggak digesek nggak asyik
Surat Kepada Siapapun yang Sedang dan Masih Merasa Kehilangan
Dear Everyone, I know it's not easy. I also won't know how heavy your burden is. Tapi guys, hidup harus tetap berjalan....
-
Kudus, Mei'19 Malam ini hujan begitu deras mengguyur kotaku. Juga seluruh jiwaku. Malam ini aku diselimuti dingin sekujur tub...
-
Esok ramadhan akan datang. Sudahkah jiwa kita siap menjamu setiap ketukan yang dihadiahkan kepada masing-masing dari kita? Belakangan in...
-
Hari itu kantor hanya masuk setengah hari. Sisa waktu yang ada kami gunakan untuk menyelesaikan santunan kepada karyawan dan buruh kant...