Jumat, 24 April 2020

Seperti yang Seharusnya

Dibilang tahu, aku tidak begitu tahu. Dibilang tidak tahu, aku pernah sedikit tahu. Tapi ya daripada berakhir sok tahu, mending aku pura-pura tidak tahu.

Aku ingat bagaimana aku ketika menuliskan ini. Agak kacau, riweh, tapi aku tetap kekeh bilang

"Aku akan baik-baik saja. Semua akan baik-baik saja. Semesta baiknya tiada tara. Allah Maha Baik kepada hamba-Nya. Yang tenang, yang nerima, yang banyak syukur, yang sadar diri jadi manusia, ngerti ya?".

Dan sekarang aku jadi jauh lebih baik daripada apa yang aku pikirkan sebelumnya. Aku mendapatkan lebih dari apa yang aku minta, dan aku lebih bahagia daripada apa yang aku terka. Bahwa aku cukup hebat. Jatuh, gagal, patah, luka, air mata, derita, dan apa saja yang sempat menjadikanku terpuruk, kini sudah berhasil jadi cerita.

Sebenarnya setiap dari kita itu sempurna, dengan cara yang kita punya, tanpa perlu orang lain tahu kebenarannya. Mengertilah, bahwa semesta sudah melakukan yang semestinya. Percayalah pada dirimu sendiri, biarkan hati yang berbicara dan biarkan narulimu mengikuti kata hati.

Begini, aku pernah. Tidak hanya sehari, tapi berhari-hari, atau mungkin lebih dari apa yang hanya aku akui disini. Aku bingung dengan diriku sendiri. Aku merasa tidak begitu cantik, tidak terlalu pandai, tidak bijaksana, tidak dewasa, tidak begitu berguna, tidak ada harganya, dan banyak lainnya. Aku bahkan ingin berubah, menjadi seperti mereka yang ku pikir bisa diandalkan. Tapi ya ternyata tidak seperti yang aku bayangkan. Aku hanya sempat tidak mengerti, bahwa sebenarnya aku sudah seperti seharusnya. Seperti semesta, aku sudah cukup melakukan yang semestinya. Ya, aku telah mengikuti jatah hidup yang telah ditentukan-Nya.

Kadang, kita hanya terlalu banyak berfikir, menjadi pusing, dan kemudian terjebak di pikiran kita sendiri. Lalu kemudian kita ingin lari dari itu semua, tapi ternyata tidak bisa. Karena kita sudah terlanjur menjadi tawanan atas diri kita sendiri.

Bertanya pada diri sendiri "apa yang harus ku lakukan?"

Tapi kita masih saja terdiam, berteman dengan ketakutan, dan lalu berpikir kalau diri kita ini bukan siapa-siapa, kita bodoh, dan tidak berguna. Ya, kita memang benar-benar mengakuinya. Harus mengakuinya. Tapi tak apa, ini benar-benar wajar. Kita tidak boleh merasa repot dengan diri kita yang sering kebingungan ini. Kita manusia. Kita berhak sambat sebanyak-banyaknya.

Sekarang, mari kita nikmati bahagia yang ada. Mari kita terpejam sesaat dan bisikkan sesuatu yang layak untuk diri kita yang gemar kehilangan arah ini. Dia layak menerimanya dan kita sudah semestinya melakukannya.

"Terimakasih telah menemaniku sejauh ini duhai diri. Aku mencintaimu, aku bangga memilikimu. Bertahan terus ya, minimal seperti ini, atau kita bisa melakukannya dengan lebih baik, lebih bahagia, lebih hebat, dan lebih bersahaja lagi. Maaf ya, suka bikin kamu repot karena ego. Kamu tahu kan, butuh belajar seumur hidup untuk bisa jadi manusia yang diterima (ya minimal hanya diantara kita sendiri)? Haha"

Bagaimana? Sudah lega kan? Sudah tahu kan sekarang harus bagaimana? Aku tahu ini bukan sesuatu yang mudah. Aku tahu tidak mudah menjadi seseorang. Aku tahu tidak mudah menjadi diri sendiri. Aku tahu tidak pernah mudah untuk bisa memahami. Ya, aku tahu tidak pernah ada yang bisa mengerti, kecuali diri kita sendiri. Tapi kita harus menjadi seperti yang seharusnya. Menerima dan bahagia menikmati apa yang menghampiri kita.

Sekali lagi, selamat menyambut kejutan-kejutan hidup yang sering tidak tertebak ini. Dan jangan lupa bahwa kita harus bisa menjadi baik. Minimal sekali, dan kita boleh mengulangnya berkali-kali.

----------------------------------------

Salam Literasi

#Day (2)
#OneDayOnePost30HRDC
#WritingChallenge30HRDC
#30HariRamadhanDalamCerita
#BianglalaHijrah





2 komentar:

Surat Kepada Siapapun yang Sedang dan Masih Merasa Kehilangan

Dear Everyone, I know it's not easy. I also won't know how heavy your burden is. Tapi guys, hidup harus tetap berjalan....