Rabu, 29 April 2020

Tentang "Menunggu"

Menunggu? Kata orang-orang ini hal yang menyebalkan. Kataku juga, tapi tidak dengan sekarang ini. Membiarkan waktu berlalu begitu saja memang membuat sebagian orang kesal. Kecuali untuk orang-orang yang menganggap ini tidak penting.

Aku pernah. Pernah sengaja melakukannya. Pernah juga karena tidak sengaja, tapi akhirnya jadi terbiasa. Pernah kesal pada akhirnya. Pernah menyesal setelahnya. Tapi semua tetap sama. Tidak ada yang berubah, kecuali keadaan hati setelahnya. 
Siapa si di dunia ini yang benar-benar tahu bagaimana nasib hidup ke depan? Sedetik bahkan setahun atau berapapun panjang waktu yang ada. Tidak ada, kita adalah manusia. Hanya bisa berencana dan hanya bisa menjadikan diri sebagai pelaksana. Lebih dari itu, kuasa Allah adalah segalanya.

Mengertilah, menunggu bukan hanya soal berapa waktu yang kita habiskan. Tapi bagaimana kita bisa menikmati semua itu, meskipun apa kita tunggu belum tentu menjadi akhir yang kita tuju.

Sebenarnya aku belum begitu ahli dalam hal ini. Langkah demi langkah masih ku jajaki untuk bisa memahami benar perihal hakikat menunggu. Ada begitu banyak kemungkinan. Ya begitu banyak. Yang baik, yang buruk, yang terduga, atau bahkan yang tidak pernah disangka-sangka.

Tapi kenapa masih saja sekian kali berpikir "ahhh mana mungkin"?

Bukankah tugas kita hanya menunggu? Bukankah semua hal memiliki waktu? Dan dia akan datang dengan begitu menakjubkan di kehidupan kita yang mungkin, ya mungkin bisa jadi sudah hampir menjadikan diri kita sebagai seorang pecundang. Aku tahu ini bukan sesuatu yang mudah. Aku tahu butuh usaha keras untuk bisa menyadari semua bahwa ini akan menjadi sesuatu yang baik-baik saja.

"Capek banget nggak si nunggu terus?" kata siapa diluaran sana.

Sebuah tanya, sejuta jawabnya, tapi ya mungkin sama saja. Paling kita sepakat bilang "iya (banget)" haha.

Tapi lama ku cerna, bilang iya tidak selamanya benar. Aku pikir kita dan waktu itu seimbang. Kita pikir kita saja yang menunggu waktu, tapi ternyata waktu juga melakukan hal yang sama dengan kita. Kita sama-sama berusaha saling menemukan. Semoga kita selalu menyadarinya.

Waktu juga suka ngeluh. Sama sambatnya dengan kita. Katanya "Mereka kapan sampenya si? Cape tau nunggu terus. Aku kan pengen ngerasa plong gitu. Nggak kaya gini, bertanya-tanya terus.". Tapi mereka diam, lebih ke manjaga (mungkin). Menjaga diri biar nggak salah jalan (lagi).

Udah kebayang belum, gimana waktu sama galaunya sama kita? Kebayang juga enggak gimana waktu cuma bisa muter, sedangkan kita bisa ini itu. Enakan kita tau. Kita bebas, penuh rencana, meskipun hasilnya ya tidak selamanya bikin bangga. Tapi minimal kita sudah mempersembahkan yang terbaik untuk semuanya.

Kalian sadar nggak? Kita sudah lebih dari berhasil sampai tahap ini. Pertama, kita sudah sampai di detik ini. Kedua, kita sudah bisa menerima semuanya sampai sejauh ini. Ketiga, kita tidak lupa bersyukur atas semuanya. Keempat, kita masih sudi menunggu sesuatu yang selanjutnya, yang belum kita tahu seperti apa tentunya. Kelima, keenam, dan ke-selanjutnya cari sendiri saja ya.

Kalian bertemu denganku karena  menunggu, aku menemukan kalian juga karena menunggu, waktu yang telah sampai kepada kita juga menunggu. Kita telah sama-sama sudi menunggu dan kita sudah sama-sama berhasil sampai di detik itu. Detik pertama saat kita berjabat tangan, saling berkenalan, dan lanjut berteman, meski kadang sering beradu argumen. Ya, hampir sempurna.

Dan jika ternyata ini tidak berlangsung lama, semoga kita tidak akan lama merasakan kecewanya. Susah ya? Sedih ya? Pasti, tapi ingat poin satu dan seterusnya. Kita cuma butuh terbiasa. Kita sudah berhasil sebelumnya dan akan berhasil juga setelahnya.

Aku sayang kalian, kalian juga harus sayang sama aku. Aku tidak bermaksud memaksa, tapi aku mengharuskannya.

Paham ya cah?

-------------------------------

Salam Literasi

#Day (10)
#OneDayOnePOst30HRDC
#WritingChallenge30HRDC
#30HariRamadhanDalamCerita
#BianglalaHijrah

(Masih) Tentang Pertemuan dan Perpisahan


-------------------------------------------
Salam Literasi
#Day (7)
x

Masih siang dan kebetulan sedang sendirian. Keadaan sekitaran sedang hening, hanya ada suaraku dan dentingan lagu milik Alya Zurrayya. Ya "Ruang Tanpa Rencana", sebuah lagu yang menyentilku. Menyedarkanku tentang sebuah cara memahami sesuatu ketika sedang terjebak dalam situasi yang tidak terduga, termasuk pertemuan dan perpisahan.

Tidak banyak, tapi aku bilang aku sedang... hmmmm.. kangen. Haha. Belibet sekali aku ini.

Kedua mataku terpejam. Bernyanyilah aku bersamanya, menyelami satu per satu lirik yang disuguhkannya untuk semesta. Indah, semua rasa ada di dalamnya. Dia memelukku. Dia memeluk setiap hati yang sempat dan sedang merasakan kehilangan, entah sementara atau bahkan untuk selamanya.

Tidak ada kehilangan yang terasa mudah bukan? Akan selalu ada yang terluka, entah karena belum bersedia rela atau karena alasan lainnya.

"Kamu kangen juga enggak? Eh ngapain aku nanya beginian? Sorry sorry" kataku pada seorang teman.

"Lhah apaan deh. Kangen dong. Pastilah. Berteman itu kaya ada fase-fasenya gitu ya? Iya nggak sih? Haha ya, meskipun rasanya pengen tetep barengan, tapi hidup kan nggak bisa stagnan. Iya kan?" katanya membalas.

"Ya gitu deh. Bener. Sedih. Tapi gimana si? Tiap orang punya masanya sendiri-sendiri. Sekarang kita dipaksa jadi baru lagi, setelah dulu kelar SMA, masuk kuliah. Terus kelar kuliah, sekarang kerja. Alhamdulillah udah kerja ya kan? Yah, tapi kan tetep aja kita kepaksa menjalin sesuatu yang baru lagi. Entar nikah, juga jadi baru lagi. Entar jadi ibu, juga jadi baru lagi. Entar mati, ehhhh udah dulu deh. Wkwkwk" 

"Ya kembali lagi kita hidup bukan cuma untuk bersenang-senang. Ya kan? Ya semua fase itu harus kita lewatin dengan baik. Ya bener katamu, 'Jadilah baik disetiap fase yang kita lewati', biar kita bisa dikenang baik di fase setelah itu".

"Yang pasti hidup itu harus berjuang. Ya dipaksa lagi kita. Wehehehe"

Aku menggambarkannya satu per satu, menuliskannya ada sajak-sajakku yang kadang tak berarah itu. Memandang foto-foto lama, aku mengenangnya sebagai sesuatu yang sempat membahagiakan dan juga menyedihkan. Tapi ternyata benar ya, semua yang ada di semesta ini selalu berpasangan. Laki-laki dan perempuan, buku dan pembacanya, musik dan penikmatnya, sendok dan garpu, kancing dan baju, pertemuan dan perpisahan, juga aku dan dia yang masih ku pertanyakan itu.

Tapi meskipun begitu, tidak ada yang salah dengan adanya banyak rencana. Kita hanya perlu bersiap meninggalkan dan ditinggalkan. Sebab kehilangan, tidak pernah menyuguhkan permisi dan tidak pernah bertanya kapan kita siap. Sebab kita memang dilahirkan untuk memaknai kepergian. Tapi tidak apa-apa, pada saatnya nanti, kita akan menjadi terbiasa dan baik-baik saja menjalaninya. Kita akan tersenyum, karena kita sudah mampu menerima semuanya. 

Takdir dari-Nya adalah yang terbaik. Selalu lebih baik daripada yang sekedar kita mau dan kita anggap baik. Tidak ada satupun yang luput dari cinta dari-Nya. Termasuk sesuatu yang tidak kita sadari baik sebelumnya. Selalu ada alasan atas segala yang terjadi. Itu pasti dan kita harus mau memahami ini.

Satu yang pasti, tugas kita hanyalah menyelesaikan cerita kita sendiri dengan sebaik-baiknya. Mungkin kita bisa jadi teman bicara, jadi pendengar setia, jadi penutur ulung, juga jadi rumah, atau terserah apa maumu. Entah untuk mereka yang kita cinta, atau bahkan hanya untuk diri kita sendiri. Setidaknya kita pernah menjadi berguna ada di semesta.

Tapi ya meskipun jauh, setidaknya aku masih bisa melihatmu ada di dunia ini. Daripada hanya sekedar mengenangmu sebagai sesuatu yang telah pergi tanpa pernah bisa kembali. Aku terlalu takut, aku takut kehilangan senyum-senyum yang tulus dan penuh kasih sayang itu.
Tidak apa-apa, selama nafas kita masih membersamai jiwa kita, kita masih bisa saling menyapa dari jauh, dari bisik doa yang mungkin tidak sadar kita ucapkan. Hubungi aku dikontak yang lalu itu. Aku ada, akan selalu ada menantikanmu tiba.

Terimakasih, sudah pernah hadir sebagai titipan. Terimakasih sudah berhasil jadi cerita. Terimakasih untuk semuanya.

---------------------------

Salam Literasi

#Day (7)
#OneDayOnePost30HRDC
#WritingChallenge30HRDC
#30HariRamadhanDalamCerita
#BianglalaHijrah


Senin, 27 April 2020

Awesome Mood

"Ada kalanya diri ini sadar bahwa mengucap rindu itu......... tidak penting"
Ada beberapa bagian dari mereka yang menjadikanku kesal sendiri. Bagaimana bisa mereka lebih asyik membicarakan bahasan "entut" daripada merespon ungkapan kangenku? Hah karena ini aku jadi merasa hidupku tidak terlalu penting daripada sekedar ........ ah aku tidak mau mengatakannya.

"Kamu pasti merasa ada yang berbeda. Tapi bagiku itu sangat wajar. Dengan perbedaan itu aku tetap bahagia" kata seorang teman lama di sebuah chat what'sapp.

Aku terdiam, membaca kalimat itu berulang, tapi semakin membaca berulang, semakin aku merasa hilang. Rasanya aku ingin terbang bersama guguran daun yang terbawa angin. Bebas, pasrah, dan menyerah. Dulu aku pikir semua akan sama. Ramai, akrab, dan bersama. Tapi ternyata benar, persis seperti kata seorang senior "Nikmatin yang sekarang ada. Nanti kalo udah jauh, bakal kerasa beda. Mereka, aku, ya kita sudah terlalu sibuk mengurusi kehidupan yang baru."

Waktu itu aku hanya manggut-manggut mencerna sekian kalimat yang baru akhir-akhir ini benar ku rasakan adanya. Terlambat, harusnya aku sudah lebih dulu bersiap-siap.

"Ya, rasanya memang berbeda. Akupun bahagia, tapi pikiranku berkerumun banyak sekali tanda tanya. Haha sungguh kewajaran yang ambigu." kataku membalas.

"Kita terbatas waktu, yang kemarin itu terlalu sebentar. Biasanya kita jadi apa adanya dan berulang-ulang hingga nyaman dengan pengulangan itu. Tapi kemarin kita terkumpul dari lingkungan yang berbeda kembali, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, dalam kondisi yang secapek-capeknya (kalo aku)."

Sebuah kesan dan pesan diutarakannya. Sederhana dan cukup untuk menggambarkan pertemuan singkat terakhir itu.

"Aku, aku susah menjelaskannya. Tapi seperti ada hilang. Enggak tahu apa, tapi aku merasakannya. Ahh sedih." kataku menjelaskan.

Pertemuan dan perpisahan adalah awal dari perbedaan. Pernah merasakan? Ya aku sedang berusaha terbiasa merasakannya.

"Karena enggak full team juga kan ya?"

"No, bukan itu."

"Apapun itu aku tetap suka. Haha"

"Sudah semestinya. Memang harus selalu ada yang disyukuri dari apapun. Ya, sekalipun banyak tapinya."

Tidak lama sebenarnya, tapi entahlah mereka terlalu menjadi segalanya. Mungkin karena mereka sudah berhasil menjadi rumah, atau memang aku saja yang enggan keluar dari zona nyaman bersama mereka. Tapi ya meskipun begitu, akan selalu ada yang menjadikanku tersenyum geli mengingat kebersamaan bersama mereka.

Aku kangen deh jadi mahasiswa. Oh bukan kangen kuliah, tapi kangen jadi anak organisasi. Eh bukan deng, maksudku aku kangen sama 38awesome. Hehe.

Dulu tengah malam masih aja di depan gerbang, rundingan nyari makan sambil evaluasi kegiatan, kadang juga masih melingkar ber-20. Sampe lupa nugas, padahal udah dibilang kuliah yang pertama, ukm yang utama. Tapi ya gimana, saking cintanya ye kannn.

Kalau lagi siang menjelang sore datang, aku suka kangen ngangkat kaki 90 derajat, turun ke 45 derajat, turun lagi ke 35 derajat, angkat lagi ke 90 derajat gitu lagi, gitu terus sambil rebahan, pegangan tangan, panas-panasan evaluasi dan ndengerin sekian banyak wejangan siapapun di lapangan yang ijonya royo-royo bareng mereka.

Kalau tiba malam, apalagi dijam-jam menjelang tidur, aku suka kangen gandengan bareng nyusuri lapangan hijau sambil jadi kodok kungkong. Dan kita hangat dipeluk dingin usai berenang di kubangan air tepat di bawah tiang gawang demi sebiji tempelan di lengan sebelah kiri/kanan. Haha inget banget kemarin di grup rame banget mbahas masa lalu. Moodku yang semula kaku, seketika luruh gitu aja tahu. Ahhh kalian.

Nah kalau lagi main sosial media dan lihat yang lagi jingkrak-jingkrak karena yel-yel, suka kangen joged sandal swallow bareng mereka pas kelar binsik buat ngilangin capek. Gini nih liriknya:

Check sound:
Sandal jepit, sandal swallow Mata sipit, mata komando Korps kita rajanya disko
Baret kita baret komando
Digesek-gesek asyik, nggak digesek nggak asyik
Digosok-gosok enak, nggak digosok nggak enak
Sekali lagi

Lhah aku ngetik sambil nyanyi dan goyang sendiri dong. Wkwkwk.

Terus kalau lagi silaturrahmi jauh kaya gini, suka kangen melingkar ber-20 sampe tengah malem. Kadang rapat, nugas (padahal beda jurusan), makan, maenan kartu, atau pernah juga diem2 prepare muncak tanpa pamit sama empok. Ya Allah kangen jadi seliar itu bareng mereka.

Sekarang bercandanya jahuan dong. Kadang ada yang sambil makan, sambil weefha, sambil kerja, sambil rebahan, sambil maskeran, sambil apalagi si, banyak. Iya banyak sekedar yang bikin hati tiba-tiba ambyar tiap keinget kebersamaan bareng mereka semua. Aaa peluk jauh cah.

Dan tidak selamanya semua hal terasa sama. Juga tidak selamanya semua hal terasa berbeda. Semua hanya soal "rasa". Ya, aku mengerti sekarang.

Searah dengan itu setiap orang berkemungkinan merasa tidak cocok satu sama lain. Setiap orang berkemungkinan mencari celah menerima. Setiap orang berkemungkinan berakhir dengan merasa cocok. Entah untuk bertahan atau untuk pergi meninggalkan. Dan terimakasih sudah pernah berkenan bertahan, meskipun akhirnya jarak benar-benar menjadikan kita semua berjahuan.

Sayonara 38awesome yang ku cinta. Baik-baik di manapun kalian berada ya. Tetap jadi baik jangan lupa. Biar entar di akhirat kalau ada yang masuk surga bisa saling rangkul kek kita biasanya pas masih sama-sama.

Allah Yuftah Alaikum cinta. Semoga berkah segalanya ya.

--------------------------------------------------

Salam Literasi

#Day (6)
#OneDayOnePost30HRDC
#WritingChallenge30HRDC
#30HariRamadhanDalamCerita
#BianglalaHijrah

Romantika Orang Dewasa (3)

"Manusia banget sih kamu, sedih melulu" kataku kepadanya.

Dia perempuan, seumuran denganku, agak nyablak tapi baik, masih jomlo, dan sedang sama meratapnya denganku. Sebenarnya sudah lama aku dan dia tidak bertemu. Mungkin selepas wisuda sekitar 2 setengah tahun yang lalu. Tapi meski begitu, kita tetap saling mengganggu via chat WA.

"Sesungguhnya aku tidak terlalu bahagia seperti postinganku. Tapi ya syudahlaa, ahh aku jadi pengen ketawa haha" sahutnya.

Aku tertawa membaca chat terakhirnya. Membacanya menjadikanku berfikir bahwa memang selain banyak yang harus digapapain, hidup juga banyak yang harus diketawain. Bukan, bukan karena lucu. Tapi karena memang udah nggak habis pikir aja sama apa yang sudah-sudah. "Kok bisa? Lhah bagimane ceritanye? Lhah nggak jelas. Lhah yaudahlahhya terserah." gerutuku setiap merasakannya.

"Lhah sama, aku juga tidak sebijaksana postinganku. Serius, aku pengen jadi cah cilik lagi. Sakit akutuu jadi dewasa haha" kataku mencoba menyamai perasaannya.

"Aku pengen mainan masak-masakan aja nih. Jadi dewasa ribetnya nggak ketulungan. Ngorbanin perasaan nggak ada abisnya hihhhh" katanya kesal.

Aku tertawa (lagi). Kali ini lebih kepada merasa tidak tahu diri. Dulu masih kecil, aku meratap minta jadi kaya orang-orang tua yang kelihatannya dewasa itu. Tapi setelah sampai ditahap yang pernah ku mau itu, aku ketakutan dan mulai merengek minta kembali saja ke masa lalu. Waktu masih imut, masih lucu, masih lugu tanpa risau memikirkan ini itu. 

Kata orang-orang dewasa adalah pilihan. Kata orang-orang dewasa adalah tuntutan. Kata orang-orang dewasa adalah keharusan. Tidak ada jawaban yang mutlak. Setiap orang punya versi terbaiknya masing-masing.

Dulu aku membayangkan bahwa dewasa adalah sebuah pilihan. Aku bisa memilih menjadi apapun, pergi kemanapun, berhubungan dengan siapapun, dan dengan cara bagaimanapun. Aku bebas, merdeka sebagai seorang hamba. Tapi ternyata aku tidak sampai kepada bayanganku itu. Sepanjang perjalanan hidup yang aku lalui, dewasa bukan lagi sebagai pilihan. Dewasa adalah sebuah keharusan, juga tuntutan. Ya tentu saja ini membosankan. Banyak yang menjadikan diri sendiri menjadi terpaksa tanpa ada sebuah opsi pilihan. Padahal sebenarnya, sama saja. Karena sesungguhnya orang-orang dewasa itu hanyalah anak-anak kecil yang terpaksa menua. Yang usianya mau tidak mau bertambah dan kemudian memaksa orang-orang itu menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada.

"Aku juga, sama. Tapi kita masih bisa main masak-masakan kok, tapi ya kudu jaga perasaan. Wkwkwk"

"Bercandamu.......... tidak lucu hah" katanya kesal.

"Jadi, beginilah rasanya setelah menjadi dewasa." kataku melanjutkan.

"Apa?"

"Oh tidak, maksudku menua."

"Ahh ya, itu...... lebih tepat"

Menua? Ya, ini memang istilah yang lebih tepat daripada menamakan diri dewasa tapi ternyata tidak dengan kenyataan yang ada. Kalau kita sedang ingin sesuatu dan tidak berkesempatan mendapatkan kemudian ingin menangis, menangis saja. Kalau kita sedang lelah kemudian mencari ibu, ayah atau siapa saja yang kita mau, datang saja. Ceritakan apa yang sedang kita rasakan juga yang kita inginkan. Yang membuat kita jatuh, yang bahkan ingin membuat kita menjadi gila. Lakukan saja apa yang kita mau. Bebaskan diri, jangan terlalu melawan masa bodoh.

Tapi satu yang harus selalu kita ingat. Datanglah kepada orang yang tepat. Yang bisa mengerti, yang tidak enggan menjadikan dirinya pendengar setia, yang bisa menemani, yang bisa membalut luka hati dan kemudian akan lebih bisa menjadikan kita bahagia setelahnya.
Atau kalau tidak, kita akan tahu siapa yang lebih tidak dewasa daripada apa yang telah kita lakukan dihadapannya. Haha

Karena sesungguhnya, dewasa itu hanyalah perkara tahu diri. Mengerti mana yang harus jadi prioritas. Mengerti bagaimana cara menyesuaikan dan membawa diri. Mengerti tanggung jawab terhadap resiko hidup. Mengerti bagaimana cara menghadapi apa saja yang datang dikehidupan ini.

Dewasa itu bukan soal umur. Pun bukan soal menilai. Dewasa itu bukan hanya pilihan. Dewasa itu keharusan dan tuntutan. Dewasa itu soal berfikir juga penerimaan terhadap diri sendiri atau bahkan kepada apa saja yang sedang dihadapi. Dewasa itu menghargai. Dewasa  itu menjaga. Dewasa itu, apa yang sedang kita lalui.

Jadi mari bergandengan tangan. Mari menua bersama dan menuju puncak dewasa itu. Semoga berhasil. Allah Yuftah Alaikum.

---------------------------

Salam Literasi

#Day (5)
#OneDayOnePost30HRDC
#WritingChallenge30HRDC
#30HariRamadhanDalamCerita
#BianglalaHijrah

Minggu, 26 April 2020

Tips Berteman Ala-Alaku

"Apa itu teman?"
Teman itu aku dan kamu. Ya, kita itu teman. Orang-orang yang kita kenal, yang ada di sekitar kita itu teman.
Yang kenalan jabat tangan atau sekedar say hello via sosial media itu teman. Yang sudah lama atau yang baru saja kita kenal itu teman.
Yang datang membagi bahagianya itu teman. Yang datang menangis dan sering menyusahkan kita itu juga teman.
Yang jadi sahabat kita itu teman. Yang jadi pasangan kita juga teman. Bapak, ibu, saudara? Mereka juga teman. Bahkan yang sudah terlanjur menjadi musuh kita juga teman.
Yang suka ndengerin celotehan itu teman. Yang bikin jadi terpaksa jadi pendengar juga teman. Yang suka berbagi pengalaman, yang suka ngasih wejangan, yang suka bikin seneng atau malah kesel itu juga teman.

Aku ini temanmu, kamu itu temanku. Kita itu teman. Aku mengenalmu, kamu mengenalku. Kita saling kenal, meski hanya sekedar tahu nama.

"Lalu menurutmu bagaimana cara berteman yang baik?"

Jadi hubungan pertemanan yang baik menurutku itu adalah hubungan yang bisa buat kita sebagai pribadi yang kurang baik bisa jadi baik dan kita sebagai pribadi yang udah baik jadi lebih baik lagi. Ya baik cara berpikirnya, baik imannya, baik hatinya, apalagi keuangannya. Hehe bercanda. Tapi serius.

Tapi ya namanya juga manusia, sedikit tapi pasti banyak salahnya. Ya lemes tutuknya, ya kusut isi otaknya, ya kaku hatinya, ya tipis isi dompetnya, ya apalagi yang mesti ku sebut. Aku pikir, masing-masing dari kita sudah lebih paham mengenai ini.

Ya, beginilah medan perjuangan kehidupan. Lewat hal-hal menyebalkan yang bahkan nggak pernah kita bayangkan, kadang malah bikin jalan kita kembali lurus, sudut pandang kita jadi lebih banyak, hati kita jadi nggak berteman dengan kaku, dan senyum? Tentu saja jadi indah merekah.

Dan dari sekian banyak yang ada di hati, sebagai teman yang baik, kalian mungin akan tetap menjadi salah sekian minoritas yang sering dicari. Teman adalah salah sekian hal yang ketika tidak ada dihadapan, kita jadikan sebagai pencarian. Kemudian ketika ada dihadapan, kita jadikan sebagai sasaran. Benar kan?

Jadi begini, sehalu apapun kita, kita tetap butuh seseorang sebagai teman. Ya, aku tetap butuh kamu, mereka, juga kalian sebagai teman. Entah akan menjadi sebagai yang aku cari atau malah yang lebih dari itu. Ya memang begitulah kenyataannya. Berteman memang harus begitu teman. Jangan bosen berteman ya. Nanti jadi sepi dan sendirian karena nggak punya teman. Haha.

Bersamaan dengan kata maaf, sebagai teman yang baik, aku ingin mengingatkan satu hal kepada teman-temanku yang budiman. Jadi teman, berjanjilah untuk lebih banyak memanjatkan syukur kepada-Nya. Jangan lupa minta yang lebih baik, lebih banyak, lebih segalanya, dan lebih menjadikanmu dekat dengan-Nya. Mintanya sambil nangis, sambil yakin, biar Allah cepet ngabulin.

Ahh terlalu berbelit, padahal sebagai teman aku cuma pengen ngomong:

"Kalau sebagai temanmu, aku belum bisa bikin kalian jadi lebih baik, berarti kalian yang kudu bikin aku lebih baik. Kalo ternyata susah, ya usaha. Masak gitu doang nyerah? Katanya sayang?"

Jangan bilang makasih ke aku. Aku cuma berusaha menjadi baik. Tapi kalau ternyata aku beneran jadi baik, itu keberuntunganmu. Aku tidak memberikan apapun kepadamu. Tidak sebelum ini, tidak sekarang, dan tidak juga setelah ini. Semua akan tetap berjalan apa adanya. Sebisaku semampuku, begitupun denganmu.

Ambillah keuntungan yang banyak dari ini semua, maksudku dari pertemanan yang sedang kita bangun dan rawat ini. Ambil sesukamu, bebas dan sebanyak yang kalian mau. Aku akan dengan senang hati menyerahkannya kepadamu (kalau aku mampu dan aku juga mendapat keuntungan dari itu).

Tapi sekali lagi, tidak usah bilang makasih/suwun/thank you dan semacamnya. Karena aku yang akan lebih dulu mengatakan itu kepada kalian.

"Terimakasih telah sudi bergabung dalam usahaku menjadi baik teman-teman."

Demi-kian dan aku sayang kalian sebagai teman.

Selamat siang.

------------------------------

Salam Literasi

#Day (4)
#OneDayOnePost30HRDC
#WritingChallenge30HRDC
#30HariRamadhanDalamCerita
#BianglalaHijrah






Sabtu, 25 April 2020

Romantika Puan Yang Sedang Jatuh Cinta (1)

Aku tidak tahu bagaimana harus memulai. Aku juga tidak tahu apa dulu yang harus aku mulai. Aku bahkan tidak tahu apakah ini bisa benar ku mulai atau sebaiknya tidak usah. Ya, aku terlalu banyak bertanya kepada diriku yang tidak mahir menjawabnya.

Malam ini aku ingin terbang ke atas langit. Aku ingin menari-nari dengan riang bersama bintang-bintang. Dan kemudian beristirahat sejenak di tubuh bulan sabit yang ku pandang indah serupa senyummu. Nyaman sekali sepertinya, aku tersenyum memandangmu dari jauh.

Oh hai, bersediakah kau genggam tanganku? Sebentar saja. Dan kita mainkan lagu romantis milik siapa saja untuk mengiringi dansa perdana kita. Lalu kita akan menjadi sepasang yang bahagia. Berdua seperti cerita romansa orang-orang yang sedang jatuh cinta. Oh kau, sungguh aku tak bisa berhenti mendambamu.

Semesta kepalang baiknya ya? Dipertemukannya aku denganmu, ya meski pada kenyataannya kau masih sekedar seseorang yang hanya bisa ku damba. Tidak apa-apa, setidaknya aku pernah bahagia bisa menemukanmu diluasnya semesta ini. Aku beruntung bukan? Ya, tentu saja. Kau juga, seharusnya. Kita sama, dalam hal yang berbeda.

Sekarang kita sudah saling jauh. Padahal aku belum sempat mengatakannya atau mungkin sekedar menanyakan tentang ini semua. Sampai didetik aku menuliskan ini, aku bahkan belum mengerti apa ini. Suka, kagum, atau malah cinta. Cinta yang apa adanya atau yang hanya sebatas ekspektasi belaka. Haha memangnya apa itu cinta, ahhh aku hampir putus asa menjawabnya sendirian.

Jauh di dalam lubuk hatiku yang terdalam, aku tidak ingin menyesal karena tidak menjadikan kamu tahu ini semua. Tapi aku butuh cara untuk bisa menjadikanmu baik-baik saja setelah mendengarnya. Kau tau, aku bukan tipe wanita idamanmu. Dan aku tahu, aku belum cukup pantas untuk bisa membersamaimu. Aku cukup tahu diri untuk menyadari ini semua. Aku cupu ya? Belum berjuang, tapi sudah terkesan menyerah. Ahh aku memang payah berurusan dengan cinta.

"Bagaimana rasanya" tanyanya singkat.

"Biasa saja (tapi agak lain setiap mengingatnya)" kataku menjawab.

"Apa susahnya si menyatakan cinta?" katanya.

Kataku takut berkata-kata. Aku membisu seketika sambil bertanya-tanya mengenai apa saja.

"Apa yang akan terjadi setelahnya?"

Ya, siapa yang tahu akhirnya? Aku bahkan belum dan entah kapan akan siap menerima segala kemungkinan yang ada. Kau tahu bukan, membicarakan ini tidak akan menjadi sesederhana yang semestinya.

Kau tahu? Sepanjang waktu ku ketuk hatimu. Ku bisikkan lembut di kedua telingamu dari jauh, sebuah tanya yang entah kapan akan ku dapatkan jawabnya.

Kau tahu? Sejauh apapun kau, kedua mataku tak pernah bisa meninggalkanmu. Ku pandang apa saja yang bisa ku pandang tentangmu. Sesuatu yang lama ku tahu, yang mulai ku tahu, dan tentu saja yang belum ku tahu.

Kau tahu? Kedua mataku basah mengingatmu. Mengingat ketidakberanianku untuk bicara jujur kepadamu. Kau, andai kau tahu bagaimana rasanya. Seperti memaksa menggenggam sebuah pisau tanpa penghalau, tanganku berdarah, tapi aku tidak bisa begitu saja melepaskannya. Aku terjebak, kau telah menjadikanku terjebak.

Kau mungkin tahu bahwa aku suka menulis. Tapi aku tidak tahu, mungkin kau juga suka membaca. Tapi aku tidak yakin kau singgah untuk membacanya sebentar. Atau pernahkah kau membaca sajak amatirku? Aku sering menyampaikan beberapa hal untukmu. Mungkin kau pernah merasakan itu untukmu, atau baiklah lupakan saja. Aku hanya sedang menerka-nerka saja.
Tapi ada yang perlu ku sampaikan. Bisa minta waktumu sebentar? Sebentar saja. Atau  baiklah, tidak jadi, maaf mengganggumu.

Ahh tapi baru saja aku mengingat itu. Aku harus menyampaikannya padamu sekarang. Atau mungkin besok. Kau ada waktu? Oh ya tentu saja, aku membuang waktumu sekarang. Maafkan aku.

Hei, sebentar. Tapi aku sungguhan. Ada yang perlu kau tahu dariku. Sesuatu yang ku sembunyikan dari dulu. Kau mungkin sudah tahu, atau kau sengaja menghindar dariku, atau sebentar, sepertinya aku terlalu pandai menyembunyikan itu. Aku bahkan tidak berhasil menjawab pertanyaanku sendiri. Maaf, tapi aku pikir, aku mengganggumu lagi.

Tapi ini penting, bertahun-tahun ku rawat siksaan ini. Tidak apa-apa, akan ku lakukan apapun demi membuatmu tetap menjadi baik-baik saja. Bukankah kau adalah pusat dunia? Dunia milik orang-orang yang menaruh cinta dan sayangnya untukmu. Rekah senyummu adalah satu yang menjadikanku hidup. Oh ya, tentu baru saja aku mengakui itu kepadamu.

Hei, aku bingung harus memulainya dari mana. Aku takut, aku takut membuatmu terluka atau tidak nyaman. Tapi ketahuilah, aku tak pernah berniat melakukan itu kepadamu. Aku hanya ingin itu, sesuatu yang tak pernah kau beritahukan kepadaku.

Setiap hari, setiap detik yang terpaksa ku nikmati, setiap itupun pertanyaan itu muncul dibenakku. Tak berhenti disitu, aku menjadi semakin pilu, tanya itu menuntut jawab, sedang jawabnya ada padamu.

Dan katakanlah kepadaku apa yang harus ku lakukan untuk itu? Aku harus tetap baik-baik saja bukan? Ya, sama dengan yang ku upayakan untukmu. Tidakkah kau bersedia membantu? Aku menunggu jawabmu.

Tapi biar, aku tak akan menuntut lagi. Setidaknya sudah pernah sampai kehadapanmu puan malang yang mencintaimu. Sesuatu itu, biar berlalu. Biar tetap akan menjadi rahasia. Karena kita sama, kita adalah dua pemuja rahasia yang berkemungkinan berbeda.

--------------------------------------

#Day (3)
#OneDayOnePost30HRDC
#WritingChallenge30HRDC
#30HariRamadhanDalamCerita
#BianglalaHijrah

Jumat, 24 April 2020

Seperti yang Seharusnya

Dibilang tahu, aku tidak begitu tahu. Dibilang tidak tahu, aku pernah sedikit tahu. Tapi ya daripada berakhir sok tahu, mending aku pura-pura tidak tahu.

Aku ingat bagaimana aku ketika menuliskan ini. Agak kacau, riweh, tapi aku tetap kekeh bilang

"Aku akan baik-baik saja. Semua akan baik-baik saja. Semesta baiknya tiada tara. Allah Maha Baik kepada hamba-Nya. Yang tenang, yang nerima, yang banyak syukur, yang sadar diri jadi manusia, ngerti ya?".

Dan sekarang aku jadi jauh lebih baik daripada apa yang aku pikirkan sebelumnya. Aku mendapatkan lebih dari apa yang aku minta, dan aku lebih bahagia daripada apa yang aku terka. Bahwa aku cukup hebat. Jatuh, gagal, patah, luka, air mata, derita, dan apa saja yang sempat menjadikanku terpuruk, kini sudah berhasil jadi cerita.

Sebenarnya setiap dari kita itu sempurna, dengan cara yang kita punya, tanpa perlu orang lain tahu kebenarannya. Mengertilah, bahwa semesta sudah melakukan yang semestinya. Percayalah pada dirimu sendiri, biarkan hati yang berbicara dan biarkan narulimu mengikuti kata hati.

Begini, aku pernah. Tidak hanya sehari, tapi berhari-hari, atau mungkin lebih dari apa yang hanya aku akui disini. Aku bingung dengan diriku sendiri. Aku merasa tidak begitu cantik, tidak terlalu pandai, tidak bijaksana, tidak dewasa, tidak begitu berguna, tidak ada harganya, dan banyak lainnya. Aku bahkan ingin berubah, menjadi seperti mereka yang ku pikir bisa diandalkan. Tapi ya ternyata tidak seperti yang aku bayangkan. Aku hanya sempat tidak mengerti, bahwa sebenarnya aku sudah seperti seharusnya. Seperti semesta, aku sudah cukup melakukan yang semestinya. Ya, aku telah mengikuti jatah hidup yang telah ditentukan-Nya.

Kadang, kita hanya terlalu banyak berfikir, menjadi pusing, dan kemudian terjebak di pikiran kita sendiri. Lalu kemudian kita ingin lari dari itu semua, tapi ternyata tidak bisa. Karena kita sudah terlanjur menjadi tawanan atas diri kita sendiri.

Bertanya pada diri sendiri "apa yang harus ku lakukan?"

Tapi kita masih saja terdiam, berteman dengan ketakutan, dan lalu berpikir kalau diri kita ini bukan siapa-siapa, kita bodoh, dan tidak berguna. Ya, kita memang benar-benar mengakuinya. Harus mengakuinya. Tapi tak apa, ini benar-benar wajar. Kita tidak boleh merasa repot dengan diri kita yang sering kebingungan ini. Kita manusia. Kita berhak sambat sebanyak-banyaknya.

Sekarang, mari kita nikmati bahagia yang ada. Mari kita terpejam sesaat dan bisikkan sesuatu yang layak untuk diri kita yang gemar kehilangan arah ini. Dia layak menerimanya dan kita sudah semestinya melakukannya.

"Terimakasih telah menemaniku sejauh ini duhai diri. Aku mencintaimu, aku bangga memilikimu. Bertahan terus ya, minimal seperti ini, atau kita bisa melakukannya dengan lebih baik, lebih bahagia, lebih hebat, dan lebih bersahaja lagi. Maaf ya, suka bikin kamu repot karena ego. Kamu tahu kan, butuh belajar seumur hidup untuk bisa jadi manusia yang diterima (ya minimal hanya diantara kita sendiri)? Haha"

Bagaimana? Sudah lega kan? Sudah tahu kan sekarang harus bagaimana? Aku tahu ini bukan sesuatu yang mudah. Aku tahu tidak mudah menjadi seseorang. Aku tahu tidak mudah menjadi diri sendiri. Aku tahu tidak pernah mudah untuk bisa memahami. Ya, aku tahu tidak pernah ada yang bisa mengerti, kecuali diri kita sendiri. Tapi kita harus menjadi seperti yang seharusnya. Menerima dan bahagia menikmati apa yang menghampiri kita.

Sekali lagi, selamat menyambut kejutan-kejutan hidup yang sering tidak tertebak ini. Dan jangan lupa bahwa kita harus bisa menjadi baik. Minimal sekali, dan kita boleh mengulangnya berkali-kali.

----------------------------------------

Salam Literasi

#Day (2)
#OneDayOnePost30HRDC
#WritingChallenge30HRDC
#30HariRamadhanDalamCerita
#BianglalaHijrah





Kamis, 23 April 2020

Sesederhana, Menerima

Pernah merasa tiba-tiba sedih, kacau, nangis sendiri, dan lemah selemah-lemahnya? Padahal tidak sedang terjadi apa-apa denganmu. Padahal kamu baru saja tertawa riang bersama seseorang yang sama riangnya denganmu. Padahal kamu sedang membayangkan sesuatu yang indah. Tapi kamu pikir kamu sedang tidak benar-benar baik-baik saja. Kamu teringat dan terbayang sesuatu. Tapi kamu masih mencoba untuk kuat, sampai akhirnya emosimu memuncak dan kamu tidak bisa lagi memperlihatkan bahwa kamu baik-baik saja. Pernah menyadari ini tidak? Bahwa kamu pernah serandom itu. Ya, beberapa tidak menyadarinya dengan baik. Mungkin, kamu jadi salah satu diantaranya.

Masih ingat kapan terakhir kali kamu merasa terluka? Masih ingat penyebabnya? Masih ingat bagaimana cara menyembuhkannya? Masih ingat kapan terakhir kali bertanya kepada dirimu tentang 3 pertanyaan sebelum ini? Masih ingat jawaban apa yg kamu temukan? Atau malah semuanya begitu saja terlupakan?

Baik, simpan jawabanmu tuan dan puan. Tidak perlu lagi menanyakan ini berulang. Tidak usah dulu kebingungan. Tidak usah lagi mengartikannya dengan berlebihan. Tidak usah, sungguh kita tidak perlu melakukannya sekarang.

Kita sama (ya mungkin), pernah mengartikan semuanya sendiri dan mungkin juga menghakimi. Kadang sesuatu yang kita inginkan tidak berakhir seperti apa yang kita inginkan. Lalu kemudian menjadikan diri kita ketakutan dan kita terjebak dalam kerumunan tanda tanya yang entah kapan menemukan jawabnya. Kadang aku sendiri tidak bisa menerima itu. Tapi sudah tidak lagi, setelah aku sadar bahwa hidup ini bukan hanya tentang mendapatkan apa yang aku mau. Tapi menerima segala yang telah menjadi kehendak-Nya. Ya, sesederhana itu jawabannya. Menerima.

Kamu tahu, betapa setiap orang memiliki haknya masing-masing? Kamu tahu, betapa dirimu juga berkemungkinan sama seperti mereka? Kamu bermimpi, bercita-cita, dan berkhayal sesukamu. Kamu sedih, bahagia, bingung, cari perhatian, bosen, khawatir, ngomel, diem, hidup, dan tentu saja mati. Ya selalu ada 2 kemungkinan di dunia ini. Iya atau tidak, benar atau salah, berani atau takut, berhenti atau terus, berdua atau sendiri, dan masih banyak lagi. Yang penting kita harus tahu bagaimana setelahnya. Bukan, bukan lari, tapi tetaplah berdiri tegak dengan dirimu dan sambutlah semuanya dengan bahagia. Ini tidak akan lama dan semua akan baik-baik saja.

Kamu tahu? Segala yang lucu kadang datang begitu saja tanpa pernah kita tahu. Lalu kita tertawa atau bisa jadi merasa gila karena tidak sejak dari dulu mengetahuinya.
Kamu tahu? Segala yang menyedihkan sering datang karena kita sendiri yang larut merasakan. Dan kita bersedih, menangis berkepanjangan, juga jadi hobby mengumpat karena kesal meladeninya.
Kamu tahu? Segala yang membahagiakan datangnya sering tidak terkira dan tidak kita sangka. Tiba-tiba saja dia datang dalam bentuk yang sangat sederhana tapi bernilai istimewa, lebih dari apa yang kita harapkan sebelumnya.

Nikmatilah, rasakanlah benar-benar  bagaimana rasanya. Mungkin kita akan tertawa, atau kembali menangis setelahnya, atau bisa jadi kita masih bingung harus bagaimana menjalaninya. Banyak mungkin yang bisa kita terka. Banyak terka yang menjelma sebagai sesuatu yang tak sesederhana atau bahkan serumit yang kita bayangkan. Banyak bertanyalah dan temukanlah satu per satu jawabnya. Tidak harus sekarang juga, bisa nanti, atau mungkin besok, lusa, dan entahlah. Setiap hal punya waktu dan caranya sendiri-sendiri.

Semesta memang gemar sekali memaksa kita untuk sudi paham, menerima, dan melengkapinya dengan syukur yang sebanyak-banyaknya. Tidak peduli seberapa sakit yang kita rasa, tidak peduli seberapa sementara bahagia yang kita punya, tidak peduli juga seberapa rumit kita memikirkan segala kemungkinanya.

Semesta selalu saja mengingatkan kita untuk bisa menjalani hidup ini dengan secukupnya dan sewajarnya. Tidak apa-apa, ini tidak akan menjadi masalah. Karena pada waktu yang telah menunggu, kita akan sampai kepada tanda tanya terakhir.

"Jadi ini jawabannya?" kata masing-masing kita sambil tersenyum lega.

Begitulah kiranya. Dan kemudian sebuah senyum sumringah akan tercipta, segala sakit akan pulih, segala hal akan menjadi indah dan kita akan bahagia.

Ya aku telah melakukannya (lagi) dan ini terhitung yang ke sekian kali. Kiranya kamu ingin juga melakukan hal yang sama denganku. Kamu bisa melakukannya sambil mengulang kalimat awal tulisan ini. Kalau ternyata sekali masih gagal, coba lagi. Kalau ternyata gagal lagi, coba lagi sekali lagi. Kalau ternyata masih gagal, coba lagi berkali-kali. Selamat mencoba. Semoga lekas pulih sakitmu, semoga semakin damai hatimu, dan semoga semakin tenang jiwamu.

-------------------------------------------

Salam literasi.

#Day (1)
#OneDayOnePost30HRDC
#WritingChallenge30HRDC
#30HariRamadhanDalamCerita
#BianglalaHijrah

Surat Kepada Siapapun yang Sedang dan Masih Merasa Kehilangan

Dear Everyone, I know it's not easy. I also won't know how heavy your burden is. Tapi guys, hidup harus tetap berjalan....